Category Archives: Perspektif Al-Qur’an

Siklus air hujan, dari langit turun ke bumi.

Saya selalu takjub ketika melihat air hujan mulai turun dari langit. Waktu kecil kebiasaan kami saat turun hujan adalah melihat derasnya hujan dari jendela. Saya berfikir dari mana air dengan jumlah sebanyak itu bisa turun dari langit?

Pertanyaan di atas dapat saya jawab setelah saya menginjak bangku sekolah dasar. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam  saya mempelajari  melalui konsep yang cukup sederhana yaitu air hujan itu berasal dari air laut yang menguap dan membentuk awan kemudian dengan bantuan angin berjalan menuju daratan dan turunlah hujan. Proses tersebut terjadi tidak sekali namun berulang-ulang disebut sebagai siklus air.

watercyclesummary
Siklus air Sumber : http://water.usgs.gov/edu/watercycle.html

Seiring dengan bertambahnya ilmu yang diperoleh, konsep  siklus air pun berkembang, menjadi lebih luas maknanya. Seperti kita ketahui bersama bahwa evaporasi/ transpirasi yang terjadi merupakan kunci dari siklus air hujan. Tidak hanya air yang ada di laut, air yang berada di daratan, di sungai, di tanaman juga mengalami penguapan dan bergerak ke angkasa (atmosfer) untuk kemudian menjadi awan. Pada keadaan jenuh dengan uap air awan itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan (pada daerah tropis), dan salju, es (pada daerah kutub dan sebtropis).

Tidak cukup sampai di sana, air yang telah sampai ke permukaan bumi mengalami infiltrasi / perkolasi ke dalam tanah. Air kemudian bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah, pori-pori tanah, dan batuan menuju muka air tanah. Pergerakan air ini disebabkan oleh aksi kapiler sehingga air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah atau naik ke permukaan. Air bergerak di atas permukaan tanah melalui sungai dan danau. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut kembali. Siklus ini pun berjalan secara terus menerus hingga disebut sebagai siklus air/ hidrologi.

Itulah pemahaman yang dapat kita fahami saat kita belajar di bangku sekolah. Sejenak mari kita perhatikan ayat Al-Qur’an dalam QS. 25:48 :

25_48

“Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” (QS. 25:48)

Subhanallah, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW menjelaskan bagaimana siklus air hujan tersebut berjalan sesuai dengan hukum alam/sunnahnya. Sungguh Maha Kuasa, Allah SWT dengan kehendak-Nya menurunkan hujan dari langit dan dengan air hujan tersebut dihidupkanlah segala macam tumbuhan yang bisa kita nikmati sebagai karunia-Nya.

 30_24

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (QS. 30:24)

23_18

“Dan kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS.23:18)

Pada ayat diatas disebutkan bahwa Allah SWT telah menetapkan ukuran tertentu dari air hujan yang diturunkan dari langit. Kita mengenal adanya hujan gerimis, hujan sedang bahkan hujan deras yang biasanya disertai dengan angin dan kilat yang menyambar. Bila melihat wilayah Indonesia pun kita akan melihat perbedaan curah hujan umumnya berkisar antara 100-300 mm2 per hari bergantung pada daerah tempat turunnya hujan.

Air yang menetap di bumi/daratan adalah air bawah  dan atas permukaan. Air di atas permukaan dapat kita jumpai pada danau atau sungai. Air bawah permukaan bisa kita ketahui saat memanfaatkan sumur atau pompa air. Kehadiran siklus air adalah nikmat yang wajib kita syukuri yakni dengan cara mempertahankan daearah-daerah tetap hijau dan pekarangan tanah sehingga resapan air air tidak terhambat. Selain itu dianjurkan untuk membuat lubang resapan biopori (lihat tulisan : Teknologi alternatif : Lubang Biopori) , sehingga dapat meningkatkan kemampuan serapan air oleh tanah dan mengurangi genangan air. Jika kita tidak menjaga siklus air ini dengan baik maka kemungkinan terburuk adalah terganggunya siklus air sehingga jumlah air yang dapat tertampung di daratan menjadi semakin berkurang. Apabila musim kemarau tiba, bersiap-siaplah untuk kekurangan air.

Beberapa abad yang lalu saat ayat ini turun, masyarakat belum dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup sehingga belum mampu menjelaskan ayat tersebut secara ilmiah. Berbeda dengan kita saat ini, pengetahuan sudah sampai pada tahap bisa digunakan sebagai alat untuk membantu mempelajari ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah SWT. Semoga bertambah keimanan kita :).

HUJAN

Bogor telah menunjukan wujud aslinya sebagai kota hujan. Dalam beberapa hari ini hujan turun dengan lebat, membuat tanah yang selama ini kering dan tandus kini menjadi basah dan subur kembali. Kita sudah menantikan musim hujan ini sejak beberapa bulan yang lalu, saat musim kemarau panjang dan panas meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia.

Kita semua dibuat bingung dengan siklus curah hujan tahun ini. Saya terbiasa menandai musim hujan dengan melihat nama bulan, contohnya bulan September, Oktober, November dan Desember berakhiran _ber (ber-beran dalam bahasa Sunda, dimana air hujan turun dengan lebat) menunjukan bulan-bulan yang memiliki curah hujan dan frekuensinya yang cukup tinggi. Kemudian berlanjut hingga bulat Maret, dengan akhiran _ret (ret-retan dalam bahasa Sunda, air hujan turun sedikit sekali) menunjukan bulan-bulan yang memiliki curah hujan yang rendah dengan frekuensi turunnya hujan cukup rendah. Biasanya bulan Maret ditandai dengan berakhirnya musim hujan. Sekarang berbeda, kita seolah tidak mengetahui kapan dan dimana akan turun hujan. Perubahan iklim nampaknya telah menggeser bulan-bulan hujan dan kemarau menuju kesetimbangan baru.

Di tahun ini pada bulan September yang seharusnya bercurah hujan tinggi ternyata memiliki curah hujan sangat rendah, apalagi frekuensinya bisa jadi dalam satu bulan jarak antar hujan pertama dengan kedua sekitar 2-3 minggu, dan saya perkirakan ada pergeseran dimana kemungkinan bulan Maret masih akan turun hujan. Tentunya ini hanya perkiraan, kenyataannya kita tidak tahu seperti apa. Saya jadi teringan sebuah surat dalam Al-Qur’an yaitu Luqman ayat 34 :

31_34“Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. 31:34)

Ayat tersebut menyebutkan bahwa hanya Allahlah yang Maha Tahu tentang turunya hujan, baik itu dimana, kapan, berapa lama, dan seberapa lebat. Di dalam ayat tersebut juga Allah SWT menegaskan bahwa selain turunnya hujan, tidak ada seorang pun termasuk Nabi dan Rasulnya yang mengetahui kapan terjadinya kiamat, mengetahui apakah di dalam rahim itu laki-laki atau perempuan, apa yang akan terjadi besok, dan termasuk kapan dirinya akan mati. Subhanalllah.

Jadi persoalan hujan, Allah lah yang menentukan dan mengetahuinya dengan memerintahkan malaikat untuk menurunkan hujan pada suatu waktu, di daerah tertentu dan dalam jumlah tertentu pula. Apabila kita menginginkan turunya hujan mintallah dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT, yaitu shalat meminta hujan/istisqo. Jangan meminta hujan lewat perantara seperti pawang hujan dan yang lainnya. Jangankan pawang hujan, ketidak tahuan akan turunnya hujan pun disadari oleh pakar cuaca sehingga turunnya hujan tidak dapat ditentukan dengan pasti, hanya masalah peluang dan perkiraan. Peluang dan perkiraan saja sifatnya belum pasti apalagi pra-kiraan. Terkadang kita mengira hari ini akan turun hujan karena langit telah gelap gulita, namun pada kenyataanya hujan yang ditunggu tunggu pun tak turun-turun juga, sebaliknya kita mengira bahwa hari ini akan panas terik dan rasanya tak mungkin hujan turun, namun ternyata terjadilah hujan. Wallahualam.

Ayah Juara : SMR

Setiap berhadapan dengan teman atau keluarga kita, khususnya yang akan melangsungkan akad pernikahan kita sering mendoakan si calon pengantin tersebut dengan doa keberkahan, kelancaran acara serta harapan agar dicapainya keluarga sakinah, mawadah dan rahmah (SMR). Sebenarnya apakah sakinah mawadah dan rahmah tersebut? Sebagaimana diketahui bersama bahwa kata sakinah mawadah dan warahmah diambil dari kitab suci al-qur’an :

“ Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri (pasangan) dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram (sakinah) kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih (mawadah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Rum 21).

Kemudian kita bertanya sejenak dalam hati, seperti apakah sakinah, mawadah dan rahmah itu ?

Sebagai ilustrasi, ketika jam menunjukan pukul 16.00 WIB dan dan jam kantor akan berakhir kita merasa ingin cepat-cepat pulang. Kita rindu dengan istri kita di rumah yang juga sudah menunggu di rumah. Rasanya perasaan ini jadi tentram kalau sudah tiba di rumah, sehingga apapun aktivitas kita kerinduan akan rumah dan suasananya sangat besar. Itulah perasaan sakinah. Begitu pun istri kita di rumah, saat jam menunjukan pukul 17.00 istri kita sudah tidak sabar menunggu kedatangan kepulangan kita dari kantor, menyiapkan makanan terlezat untuk kita santap, berdandan secantik mungkin sebagai amalan untuk menyambut kita, maka sang istri memiliki perasaan sakinah. Bagi keluarga sakinah semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.

Mawadah biasanya muncul pada pasangan suami istri yang baru menikah atau pasangan pengantin baru dimana sisi fisik sangat kuat mewarnai cara pandang dan perasaan keduanya. Jika kita bertanya kepada pasangan yang baru menikah, mengapa lelaki menikahi perempuan yang sekarang menjadi istrinya ? tentunya ia akan menjawab bahwa pasangan peremmpuannya saat ini sungguh cantik menarik hati, tinggi, dan lain-lain. Alasan yang muncul berhubungan dengan fisik semata. Begitu pula dengan sang istri, ia mungkin akan menjawab dengan alasan yang sama yakni suaminya saat ini adalah suami yang paling ganteng, gagah, berwibawa, tinggi, manis parasnya, atau bagus model rambutnya. Bagi masing-masing pasangan, pasangannyalah yang paling unggul secara fisik dibanding dengan laki-laki atau perempuan lainnya, dan itu menjadi salah satu alasan mengapa pernikahan tersebut terjadi. Inilah mawadah. Mawadah ini mewakili sebuah perasaan cinta membara, yang menggebu-gebu berupa kasih sayang pada lawan jenisnya.

Biasanya rahmat muncul pada pasangan yang sudah lama berkeluarga dimana tautan dan perasaan hati sudah sangat kuat diantara mereka, saling membutuhkan satu sama lain, saling menerima atas kekurangan/kelebihan masing-masing, dan saling memahami keinginan/pikiran pasangannya. Dorongan fisik seperti kecantikan dan ketampanan sudah tidak lagi dominan, karena seiring dengan berjalannya waktu terjadi kemunduran kualitas fisik seperti kulit yang mulai keriput, badan yang mulai renta/lemah dan menurunnya kemampuan dalam hal ingatan, pendengaran maupun pengelihatan. Biasanya perasaan ini dapat kita temukan pada pasangan yang sudah lama mengarungi samudera pernikahan. Sebagai contoh seorang kakek berusia 80 tahunan yang hidup harmonis, saling menyayangi, saling menghormati, melindungi dan melayani bersama nenek yang usianya mungkin tak jauh berbeda. Pernikahan mereka bukanlah pernikahan seumur jagung, canda tawa suka dan duka telah dilalui bersama, namun mereka tetap tegar dan kokoh menjalani pernikahan hingga ajal menjemput. Inilah perasaan rahmah.

Kelauarga sakinah, mawadah dan rahmah adalah keluarga idaman bagi setiap keluarga muslim, termasuk saya. Meri kita berusaha dengan sekuat tenaga mewujudkannya. Dan semoga Allah SWT senantiasa membimbing rumah tangga kita selalu dalam jalan Nya hingga menggapai keridhaanNya.

Wallahualam bishawab

Salam SuksesBelajar

BP Pajajaran 30/10/2014 14.09 WIB

Ayah Juara : Anak nakal vs orang tua bandel

Sebagai orang tua kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melahirkan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Segala macam usaha kita tempuh untuk mencapai tujuan tersebut, bahkan sejak sang anak di dalam kandungan hingga tumbuh menjadi manusia dewasa. Bukankah salah satu amalan yang tak akan terputus hingga di alam kubur adalah anak shaleh yang mendoakan orang tuanya? Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa apabila kita dianugerahi anak keturunan yang shaleh dan shalehah. Seperti apakah anak yang shaleh silahkan baca Ayah Juara : Anak Shaleh, seperti apa?

Namun pada kenyataanya ada saja anak dengan karakter nakal (kebalikan dari anak shaleh) yang secara garis besar memiliki sifat dan perangai seperti  di bawah ini :

1. Mengatakan “ah” kepada orang tua dan mengeraskan suara di hadapan mereka ketika berselisih, dan tidak memberikan nafkah kepada orang tua bila mereka membutuhkan.

2. Tidak melayani mereka dan berpaling darinya. Lebih durhaka lagi bila menyuruh orang tua melayani dirinya dan mengumpat kedua orang tuanya di depan orang banyak serta menyebut- nyebut kekurangannya.

3. Menajamkan tatapan mata kepada kedua orang tua ketika marah atau kesal kepada mereka berdua karena suatu hal.

4. Membuat kedua orang tua bersedih dengan melakukan sesuatu hal, meskipun sang anak berhak untuk melakukannya. Tapi ingat, hak kedua orang tua atas diri si anak lebih besar daripada hak si anak.

5. Malu mengakui kedua orang tuanya di hadapan orang banyak karena keadaan kedua orang tuanya yang miskin, berpenampilan kampungan, tidak berilmu, cacat, atau alasan lainnya.

6. Tidak mau berdiri untuk menghormati orang tua dan mencium tangannya.

7. Duduk mendahului orang tuanya dan berbicara tanpa meminta izin saat memimpin majelis di mana orang tuanya hadir di majelis itu. Ini sikap sombong dan takabur yang membuat orang tuaterlecehkan dan marah.

Bagaimana seorang anak menjadi nakal?

Setiap anak dilahirkan dari mulai generasi awal hingga nanti generasi akhir dilahirkan dalam keadaan suci, orang tualah yang menentukan apakah anak tersebut termasuk ke dalam anak shaleh atau tidak, sebagaimana Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya? (HR Bukhari Muslim).

Dalam ilmu genetika tanaman yang menentukan karakter fenotipe (karakter teramati seperti tanaman tinggi, buah manis dll) adalah interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Sebagai contoh bibit pohon mangga yang diperoleh dari induk pohon yang manis belum tentu menghasilkan mangga yang manis, jika pohon mangga induk tersebut asalnya dari lingkungan yang kering dan tidak banyak hujan, kemudian bibitnya kita tanam di daerah yang lembab dan curah hujan yang tinggi.  Begitu pula seorang anak yang dilahirkan dari keturunan keluarga yang baik-baik namun ditempatkan pada lingkungan yang kesehariannya memperlihatkan akhlak yang tidak baik. Seiring dengan waktu anak yang secara keturunan baik bisa jadi berubah menjadi sebaliknya.

Yang tidak disadari oleh banyak orang tua adalah kenakalan anaknya berasal dari kebandelan orang tua. Apakah orang tua ada yang bandel ? tentu saja ada! sebagai contoh anak yang suka berbicara kasar kemungkinan besar tinggal di keluarga yang keras, tak mampu menahan amarah dan suka berkata kasar. Kebiasaan berbohong pada anak tanpa disadari tertular dari orang tua yang kerap sekali berbohong, ingkar janji sehingga membuatnya tak dapat dipercaya. Hal kecil yaitu kebiasaan membuang sampah sembarangan bisa muncul sebagai karakter anak karena sering kali melihat orang tuanya membuang sampah sembarangan. Itulah yang dimaksud dengan kebandelan orang tua, yang tanpa disadari ditiru oleh anak.

Semoga selaku orang tua kita mampu menjaga setiap niat, ucapan maupun perbuatan kita sehingga anak-anak kita bisa  tumbuh di lingkungan dengan akhlak dan kepribadian yang baik. Tentunya Rasulullah SAW lah sauri tauladan yang baik bagi kita semua.

Kenapa dan Bagaimana Aku Menghafal Al-Qur’an

Kenapa dan Bagaimana Aku Menghafal Al-Qur’an*
(Pengalaman nyata Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, Msc.
yang menghafal Al-Quran di usia 40 Tahun)

 

10649626_860276740649750_7707898107282838052_nSemuanya bermula saat aku masih kuliah di IPB, Institut Pertanian Bogor. Pada suatu kesempatan, aku dan teman sekelasku mendapatkan tugas yang-mungkin- bagi sebagian orang sangat sepele, tapi tidak untukku.

Dosen menyuruh kami untuk menulis Surat Al-Fatihah dalam bahasa arab. Aku yang saat itu adalah mahasiswa yang sangat buta atau bahkan tidak memiliki basic agama sama sekali, hanya bisa diam membisu. Ya, aku terlahir bukan dari keluarga pesantren, juga keseharianku tidak begitu bergelut dengan yang namanya kajian keagamaan. Jangankan Surat Al-Fatihah, huruf hijaiyah pun tak ada yang aku hafal. Kala itu aku benar-benar tersudutkan. Sampai waktu yang diberikan selesai, lembaranku tetap saja putih bersih tanpa ada goresan pena sedikitpun. Aku hanya berharap semoga dosen mengerti kedaanku, keadan yang tak tersentuh pendar-pendar keislaman ini.

Jujur! Hari itu benar-benar membuatku terusik. Peristiwa itu seakan telah menjorokkanku ke dalam lubang yang paling dalam. Tapi kejadian itu tidak berlalu begitu saja dengan peninggalannya yang sangat menyakitkan itu. Ada satu hal yang membekas dalam fikiranku dan sepertinya aku harus benar-benar membidaninya. Ya, aku ingin belajar Al-Qur’an.

Saat itu tak banyak yang ingin aku kuasai dari yang namanya Al-Qur’an. Aku hanya ingin belajar membacanya. Ya, sebatas membacanya. Aku mulai menyisihkan waktu untuk mengeja huruf-huruf Tuhan itu. Bahkan saat aku tengah menempuh perjalanan dari Jakarta-bogor dengan bus, sesekali aku juga mendekte lisanku dengan huruf-huruf suci itu. Entahlah ! Kekuatan apa yang merasuk ke dalam saraf-sarafku hingga aku begitu menggiati kebiasaan yang tak pernah aku jalani sebelumnya. Dan setelah beberapa lama -akhirnya- upayaku benar-benar berbuah manis. Meski tidak sempurna, tapi aku sudah bisa membacanya. Sebuah pencapaian yang menurutku sangat memuaskan.

Tapi taqdir membawaku ke alur yang sedikit berkelok. Setelah lulus sarajana dari IPB, aku ditugaskan ke Kanada dalam rangka kuliah lanjutan di Bidang Tekhnologi. Aku yang lulusan Institut Pertanian kemudian harus mendalami tekhnologi yang –sejatinya- bukan fakku, tentu ini akan menjadi proses panjang yang banyak menyita kesabaran dan menghadirkan keluh yang mendalam.

Dan itu benar-benar terjadi. Hari-hariku di Kanada penuh dengan tekanan batin dan masalah-masalah yang membuatku rentan depresi dan setress. Tidak hanya masalah kuliah yang bukan fakku, tetapi kultur yang begitu bebas dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang beradab juga menjadi beban pikiranku. Aku kawatir kalau-kalau aku terlarut di dalamnya. Dan satu lagi, kebiasaanku menyelisik ayat-ayat Tuhan juga semakin terkikis. Hm…panorama Kanada dan karakteristik Kanadian tak bersepaham dengan nuraniku.

Namun selang beberapa tahun, tepatnya 4 tahun keberadaanku di Kanada, babak baru dalam hidupku dimulai. Dalam ketidakstabilanku dan lalaiku pada kitab-Nya, Tuhan mempertemukanku dengan mahasiswa berdarah Sudan, Yahya Faddallah Al-Hafidz. Aku sering memanggilnya dengan sebutan Brother Yahya. Dia seorang hafidz (hafal Al-Qur’an), teguh dan berkomitmen terhadap agamanya. Sehingga sering sekali aku menemukan dan mendengar lantunan ayat-ayat Tuhan keluar dari kedua bibirnya. Bahkan saat berdialog dengan teman sejawat pun, ayat-ayata Tuhan sering kali mewarnai perkataannya. Dialah yang akhirnya mengajariku untuk kembali mengeja ayat-ayat Tuhan.

Hari demi hari aku belajar padanya. Dan aku baru tahu, bacaan Al-Quran yang dulunya aku anggap cukup baik ternyata tidak seberapa benar ketika aku perdengarkan pada Brother Yahya. Dari situlah aku mulai tertantang. Ada rasa keingintahuan yang mendalam dalam benakku, tentang bagaimana seharusnya Ayat-ayat itu dibaca.

Sesekali aku juga mulai mencari-cari keistimewaan yang tertabiri dibalik ayat-ayat Al-Qur’an. Dan lama-kelamaan aku pun bisa menyingkap tabir kerahasiann itu, meski hanya sedikit. Aku menemukan ayat tentang Al-qur’an sebagai obat (Syifa’) untuk segala jenis penyakit (QS. Al-isra’ :82). Diam-diam aku seperti ingin menguji kebenaran Al-Qur’an. Setiap kondisiku diganjali masalah, selalu aku upayakan untuk membaca Al-Qur’an. menjadikan Al-Qur’an sebagai obat dan pelipur lara. Dan sungguh Allah dzat yang Haq dan Ahaq. Selalu saja aku temukan solusi-solusi saat aku menghadapi masalah dan aku lari pada Al-Qur’an.

Tidak sampai di situ. Aku juga mulai mencoba mengait-ngaitkan dan menganlogikan kitab suci itu dengan apa yang ada di sekitarku. Pernah suatu kesempatan aku berpikir bahwa komputer itu tanpa adanya operating system tak ubahnya seperti bangkai yang tak berguna. Hanya seonggok besi yang didesign apik tapi tak menampakkan nilai-nilai kebermanfaatan sama sekali. Lalu aku pun berpikir bahwa manusia juga mesti memiliki operating system. Karena dari operating system itulah manusia kemudian bisa memotretkan nilai-nilai kebajikan. Dan klimaksnya, Tuhan kemudian membuka pikiranku untuk menjangkau Kalam-Nya. Sehingga aku diketemukan dengan ayat yang secara tegas mengatakan bahwa islam itu adalah agama satu-satunya yang diterima Tuhan (QS. Ali-Imran : 19). Dan sejak itu kusimpulkan bahwa operating sytem yang mengatur manusia adalah Al-Islam. Ya, islam dengan kitab sucinya, Al-Qur’an.

Rupanya pemikiran itu benar-benar kuseksamai. Sehingga dia merasuk ke dalam hatiku dan membentuk bias semangat yang dahsyat. Aku semakin tertantang untuk memperdalam Al-Qur’an. Dan diam-diam aku mulai tertarik untuk mengikuti jejak Brother Yahya. Aku ingin menghafal Al-Qur’an, menjadi Hafidzul Qur’an seperti Brother Yahya.

Tapi, lagi-lagi Tuhan menggariskan berbeda. Dia belum menghendakiku untuk menghafal ayat-ayat suci-Nya. Kala itu, mungkin hatiku belum begitu bersih, sehingga nampaknya Tuhan belum mengizinkanku untuk mengecup firman-Nya. Ya, keinginan untuk menghafal Al-Quran itu muncul berbarengan dengan habis kontrak masa studiku. Sehingga aku harus kembali ke tanah kelahiran. Praktis, akan ada jarak yang menengahi perjumpaanku dengan Brother Yahya dan tentu aku tidak bisa lagi belajar padanya. Tapi apa hendak dikata. Ketetapan Tuhan sudah digariskan dan tidak ada yang dapat mengubahnya. Mungkin yang bisa kulakukan saat itu hanya berusaha menyelaraskan keinginan dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Berpositif thinking dan tidak mengkritisi keadilan-Nya.

Setelah kepulanganku dari Kanada, aku mulai disibukkan dengan profesi baruku sebagai dosen di IPB. Dan hari ke hari kesibukan demi kesibukan semakin memadati list agendaku. Tapi aku sangat bersyukur, meski kesibukan semakin menggunung, keinginan untuk menghafal Al-Qur’an rupanya tetap bersemayam dalam hati kecilku. Selama tujuh tahun keinginan itu hidup tanpa bapak. Karena hanya sebatas keinginan belum ada upaya untuk mewujudkannya sebab belum ada orang yang membimbingku. Sampai akhirnya aku diketemukan dengan KH. Mohammad Mudzaffar Al-hafidh. Beliau seorang Hafidz Qira’ah Sab’ah (tujuh model bacaan Al-qur’an) dan pimpinan pondok yang memiliki banyak santri dan semua santrinya adalah penghafal al-qur’an.

Dari pertemuan itu aku mulai menganyam kembali keinginan besar itu. Kuutarakan pada KH Mudzaffar perihal keinginan itu dan Alhamdulillah beliaupun mendukung sepenuhnya dan bersedia membimbingku. Lalu beliau menyuruhku untuk menghatamkan Al-Quran bin Nadhar (melihat) di hadapannya sampai tiga kali sebelum akhirnya aku diperbolehkan menghafal. Tak banyak yang aku tanggapi dari titah sang guru. Walau berat dan pastinya membutuhkan waktu yang lama, ku-iyakan saja perintahnya. Satu yang menjadi keyakinanku saat itu, bahwa sebagai murid sudah selayaknya aku mematuhi perintah guru selama tak menyeretku pada jurang kenistaan.

Dari perintah itu, aku mulai menyisihkan waktu untuk membaca Al-Qur’an. Dan pengalaman lama kembali kutekuni. Aku kembali memanfaatkan waktu perjalananku dari Jakarta-Bogor yang –kurang lebih- satu jam itu untuk bersahabat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Nyaris itu yang menjadi pekerjaanku selama di perjalanan. Bahkan saat aku menyetir sendiri pun, aku selalu menyalakan murattal agar Al-Qur’an bisa kudengarkan. Dan Alhamdulillah, proses yang memakan waktu 3 tahun itu akhirnya bisa kutaklukkan. Dan akhirnya, tepat saat umurku menginjak kepala empat, aku sudah hatam Al-Qur’an bin-Nadhar di hadapan KH. Mudzaffar, dan secara otomatis aku diperbolehkan menghafal Al-Qur’an.

Saat itu aku benar-benar merasakan prestasi yang besar, jauh lebih besar dari prestasi doktor dan professor yang selama ini telah aku dapatkan. Kini aku tengah maniti jejak sahabatku, Yahya Faddallah Al-hafidz, sebagai penghafal Al-Qur’an. Meski usiaku telah berumur dan kesibukan semakin menjamur, tapi aku tetap menekuni proses menghafal Al-Qur’an.

Bahkan sepertinya aku sudah semakin candu dengan Al-Qur’an.
Sehingga sesibuk apapun pekerjaanku selalu saja aku menyempatkan diri untuk menambah hafalan dan singgah di kediaman KH. Mudzaffar untuk simaan. Walau sebenarnya beliau tak memaksaku untuk selalu sima’an, tapi aku selalu berupaya untuk istiqamah dalam menambah hafalan dan sima’an. Dari satu ayat, dua ayat, tiga ayat, satu halaman, dua halaman, satu surat kemudian beralih ke surat berikutnya, berikutnya dan berikutnya sampai akhirnya tepat di usiaku yang ke 45 tahun, aku berhasil mengecup firman-Nya.

Ya, aku bisa menyelesaikan hafalan Qur’anku lengkap 30 juz. Semacam aku tidak percaya. Perjalananku selama ini yang aku anggap berkelok-kelok nyatanya sangat indah dan berbekas.
Kini, proses menghafalku telah usai tetapi perjuanganku untuk mensahabati Al-Qur’an masih terus berjalan dan akan terus berjalan hingga aku menutup mata. Sebari terus menjaga hafalan yang telah terukir rapi di dalam jiwa, aku berupaya untuk meluruskan langkah agar tidak menyelisihi nilai-nilai qur’ani.

Sangat naïf rasanya, saat ayat-ayata-Nya telah terpatri dalam hati, tapi tidak sedikitpun dipendarkan dalam elok prilaku.
Semoga Allah tetap menjagaku dari terjerumus ke dalam lingkar syaitan. Ya Allah! jangan jadikan Al-Qur’an bagiku sebagai sebab murka-MU karena aku melalaikan dan melupaknnya. Tetapi jadikan Al-Quran sebagai sebab keridhoan-Mu akan diriku karena aku bersahabat dan berprilaku atas tuntunannya. Amien!

__________________________________
• Tulisan ini berdasarkan penuturan langsung Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, Msc. saat kunjungan ke Masjid Ar-rahmah, Sabtu 12 januari 2013, namun disajikan dengan bahasa penulis (Mohammad Al Farobi). Semoga bermanfaat !

PROFIL SINGKAT
Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc
Guru Besar bidang Teknologi Komputer di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) dan Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FAMIPA), IPB.

Menyelesaikan studinya pada strata S1 di IPB tahun 1983, dan strata S2 serta S3 di Faculty of Computer Science University of New Brunswick Canada pada tahun 1989 dan 1993. Bidang riset yang ditekuni mencakup Information Engineering, Software Engineering, Intelligent Systems, Distance Learning, Internetworking, Computer-Based Instrumentation & Control Systems.

Sejak menyelesaikan studi doktornya, mendapat amanah untuk menjadi Ketua Departemen Teknik Pertanian IPB (1997-2000), Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Keteknikan Pertanian IPB (2000-2003), Kepala Bagian (Lab) Ergotron( 2008-kini), Kepala Perpustakaan IPB (2003-2007), dan Direktur Komunikasi dan Sistem Informasi IPB (2007-kini).

Terlibat dalam tim desain & implementasi pembentukan Departemen Ilmu Komputer IPB, Program Studi Magister Komputer IPB, Program Studi Manajemen Teknologi Informasi untuk Perpustakaan IPB, pembukaan program Doktoral Jalur Riset Ilmu Keteknikan Pertanian IPB, serta pembentukan rumpun Departemen Teknik di IPB.

Dalam bidang keprofesian, menjabat Ketua HIPI/ ISAI (Himpunan Informatikan Pertanian Indonesia/Indonesian Society of Agriculture Informatics) , presiden AFITA (Asian Federation for Information Technology in Agriculture), dan anggota PERTETA (Perhimpunan Teknik Pertanian/ Indonesian Society of Agricultural Engineering).
Kesempatan menggali ilmu yang sangat berharga adalah kesempatan menimba dan mendalami ilmu agama khususnya Al-Qur’an baik dalam membaca dan mengkajinya sejak tahun 1996 hingga saat ini. Melalui bimbingan guru-guru yang yang bersahaja (tawadhu’) dalam ketinggian ilmunya yang salah satunya berperingkat hafiz (penghafal Al-Qur’an) tanpa meninggalkan profesi sebagai akademisi, peneliti, dan pendidik.

SUMBER BIODATA:
http://kseminar.staff.ipb.ac.id/biodata/

Artikel ini diperoleh dari : Wakaf Quran, tanpa proses editing.