Category Archives: Kimia Kayu Terapan

Analisis Jurnal Penelitian Hasil Hutan menegenai “ Analisis Kimia Kayu Nangka “

Oleh Nadhrah Emil (E24090050)

Mahasiswa Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

                Setelah memebaca jurnal penelitian tersebut, saya mengetahui bahwa kandungan senyawa kimia kayu nangka memiliki banyak manfaat yang menguntungkan. Hasil-hasil senyawa kimia yang ditemukan diantaranya :

  1. Kadar Selulosa dalam kayu nangka berkisar 56,47% , dimana kadar selulosa tersebut dapat digunakan untuk menaksir besarnya rendemen pulp dan kertas yang diperoleh, sehingga kadar selulosa yang tinggi dapat menghasilkan rendemen pulp yang tinggi juga dan abik digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan pulp dan kertas serta rayon
  2. Kadar lignin dalam kayu nangka berkisar 28,76%, sehingga diketahui bahwa kayu nangka baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas karena kadar lignin kayu nangka tergolong rendah, karena jika kadar lignin suatu kayu tinggi akan menghambat  proses penggilingan dan kertas yang dihasilkan bersifat kaku.
  3. Kadar pentose dalam kayu nangka berkidar 18,64%. Nilai pentose yang rendah in akan memudahkan serat untuk dibetuk secara mekanis serta sifat elastic dan mengembanganya terlihat lebih sempurna karena jika kandungan pentose terlalu tinggi mengakibatkan kerapuhan benang rayon atau turunan selulosa yang dihasilkan.
  4. Kandungan kelarutan kayu dengan metode ethanol-benzene sebesar 10,78% , kelarutan dalam air dingin sebesar 12,29% dan kelarutan dalam air panas sebesar  14,41% , nilai kelarutan air panas selalu lebih tinggi dari air dingin, karena selain melarutkan bahan inorganic, tannin, gum, gula dan zar warna juga dapat mlarutkan pati. Penghitungan  kelarutan kayu itu digunakan untuk menetukan zat ekstraktif yang ada di dalam kayu. Kadar ekstraktif dalam kayu nangka yang diperoleh lebih dari 4% hal ini mungkin disebabka karena kandungan zat warna kuning dalam kayu nangka yang disebut mourine (Heyne, 1987)
  5. Kandungan kelarutan NaOH 1% sebesar 24,70& yang termasuk dalam kelas tinggi. Besarnya kelarutan dalam NaOH 1% dapat memberikan petunjuk  mengenai tingkat kerusakan kayu yang diakibatkan serangan organism perusak kayu.
  6. Kadar abu dalam kayu nangka berkisar 0,78%, bila kandungan abu dengan nilai yang sedang dicampurkan dengan nitrogen akan menghasilkan pupuk mineral yang baik.

ARTKEL THE WHOLE TREE UTILIZATION

Oleh :

Adi Winata

Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Kapasitas fotosintesis jarum beku-hardy dan es-sensitif pohon pinus Skotlandia 3 tahun dan alokasi dan pemanfaatan karbon berasimilasi diperiksa selama musim dingin dan awal musim semi. Para fotosintat dari seluruh pohon yang diberi label oleh 14 CO 2 fiksasi dan setelah periode kejaran dari 7 hari sampai 4 bulan dalam kondisi iklim alam, distribusi radiokarbon dalam berbagai jaringan pohon ditentukan. Selama musim dingin fotosintesis tingkat maksimal jarum 1 tahun yang jauh lebih rendah daripada di musim panas ketika dihitung berdasarkan luas daun. Namun, jika dikaitkan dengan kandungan klorofil perbedaan ini menghilang. Penurunan kapasitas fotosintesis pada beku-pengerasan dapat dikaitkan dengan pengurangan dua sampai tiga kali lipat dalam kandungan klorofil dari jarum. Percobaan pulsa-mengejar fotosintesis menunjukkan bahwa selama musim dingin secara istimewa menyediakan substrat untuk respirasi. Setengah dari 14 C berasimilasi adalah respired selama minggu pertama, dan setelah periode mengejar dari 3 – 4 bulan pohon berisi tidak lebih dari 10 – 20% dari radiokarbon tersebut. Karbon, yang diekspor oleh jarum, itu translokasi basipetally melalui ranting-ranting dan batang ke akar. Sedangkan pada sistem penggabungan aksial radiokarbon menjadi senyawa penyimpanan, seperti pati, dan ke dalam sel bahan dinding hampir diabaikan selama musim dingin, dalam satu akar sepertiga dari radiokarbon itu pulih dari pati 2 bulan setelah pulsa C-14. Berbeda dengan bagian-tanah di atas pohon, di mana kadar pati sangat rendah selama musim dingin, dalam jumlah yang cukup akar pati, sampai dengan 450 unit heksosa ìmol · g – 1 DW, ditemukan bahkan selama pertengahan musim dingin. Pada musim semi awal radiokarbon di dinding sel-, lipid, dan pati-fraksi menyumbang lebih dari 80% dari 14 C pulih pada waktu itu dari sistem aksial. Pendirian dalam jumlah kecil ke dalam fraksi dinding sel akar selama musim dingin dan awal musim semi menunjukkan pertumbuhan akar terus menerus selama periode dingin maupun di awal musim semi. Sedangkan selama musim dingin tunas tidak menarik karbon baru berasimilasi, di musim semi kuncup tepat sebelum istirahat sejumlah besar karbon translokasi dari jarum ke dalam tunas. Sebaliknya, remobilization karbon, yang telah diasimilasikan selama musim gugur tahun sebelumnya, dan impor ke dalam tunas tumbuh tidak dapat dibuktikan.

Kata kunci Fotosintesis – 14C-label – Karbon alokasi – Starch – Pinus sylvestris

Diterima: 3 November 1995 / Diterima: 1 Maret 1996

Fulltext Pratinjau

Akasia Sebagai Perekat Kayu Lapis

oleh :

Evie Nihayah

E24090027


                “The Whole tree utilization” mengandung arti :

  1. Memanfaatkan semua jenis kayu
  2. Memanfaatkan semua komponen kayu (lignin, selulosa, hemiselulosa)
  3. Memanfaatkan semua bagian dari kayu (akar, batang, cabang)

Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan  memanfaatkan limbah kayu menjadi produk yang bermanfaat. Melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Berikut salah satu peningkatan nilai kayu dalam industry kayu lapis.

Industri bubur kayu banyak menyisakan limbah yang tak terpakai, yaitu berupa kulit kayu. Selama ini kulit kayu akasia belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi , kulit kayu akasia yang berasal dari limbah industri pulp ini bisa dimanfaatkan untuk perekat kayu lapis. Perekat merupakan faktor utama dalam produksi kayu lapis. Perekat yang umum digunakan di Indonesia adalah urea formaldehida yang menghasilkan emisi formaldehida, yaitu gas beracun yang bisa menimbulkan penyakit. Emisi ini dapat merugikan untuk kesehatan manusia karena jika terkena panas sedikit saja, gasnya dapat menyebar di udara. Emisi formaldehida memunyai efek negatif, yaitu menyebabkan penyakit kanker dan gangguan pada sistem pernapasan. Untuk menekan emisi yang tidak ramah terhadap kesehatan, pemanfaatan tanin merupakan langkah terobosan. Manfaat tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia bisa digunakan sebagai perekat tambahan dalam proses perekatan.

*kayu lapis *

 Serbuk kulit kayu akasia juga mampu meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit kayu, mengurangi emisi formaldehida dari perekat yang digunakan sehingga lebih aman untuk kesehatan dan mengurangi biaya produksi. Dari sisi ekonomi , pemanfaatan serbuk kulit kayu akasia membuat ongkos produksi lebih ekonomis. Berdasarkan penelitian, serbuk kulit kayu akasia mampu menjadi campuran pada lem kayu hingga 60 persen. Selain itu, dari segi ongkos produksi pemanfaatan serbuk kulit kayu lapis akan menurunkan suhu kempa pada proses pembuatan. Menurunnya suhu kempa akan mengurangi biaya energi untuk proses ini. Untuk pengempaan, biasanya digunakan suhu 130 derajat selsius, tujuannya untuk mendukung perekatan urea formaldehida. Sedangkan pada inovasi ini suhu yang dipakai antara 100 hingga 20 derajat selsius saja sehingga lebih hemat energi . Proses pembuatan perekat kayu lapis adalah dengan melebur kulit kayu akasia menjadi serbuk, menggunakan proses mekanis tanpa bantuan proses kimia .

Pertama adalah mengambil kulit kayu akasia yang masih dalam kondisi basah, dan dikeringkan pada suhu ruang tertentu hingga kering. Selanjutnya dibuat serbuk dengan menggunakan mesin cakram penggiling. Setelah itu diayak. Tujuannya untuk memperolah serbuk dengan kehalusan tertentu seperti yang disyaratkan. Setelah selesai, lantas dikeringkan. Serbuk kulit kayu akasia yang telah dikeringkan lalu ditambahkan pada perekat urea formaldehida untuk digunakan sebagai perekat tambahan kayu lapis dengan cara diaduk sampai sampai rata. Penambahan serbuk kulit kayu akasia ini bervariasi antara 10 persen hingga 60 persen dari berat campuran perekat urea formaldehida. Proses pembuatan kayu lapis dilakukan dengan mengoleskan campuran perekat pada permukaan venir (lembaran kayu) kayu pertama dan merekatkannya dengan permukaan venir kayu kedua, begitu seterusnya hingga beberapa lapis.

Setelah pelaburan selesai, dilakukan pengempaan dingin venir-venir atau lembaran serat kayu yang telah direkatkan pada suhu ruang dengan durasi dan tekanan tertentu. Langkah berikutnya adalah pengempaan panas venir-venir kayu yang sudah direkatkan tersebut pada suhu antara 100 hingga 120 derajat celcius dengan durasi tekanan tertentu sehingga dihasilkan kayu lapis. Keteguhan rekat mencapai angka lebih besar dari 7 kilogram force per sentimeter persegi. Angka ini menandakan bahwa kayu tersebut memenuhi standard untuk interior I dan interior II, yaitu interior dengan tingkat kekuatan sedang dan kuat.

Sumber : Anne Ahira.com

http://www.anneahira.com/kayu/kayu-lapis.htm

SELULOSA ETANOL

Selulosik etanol adalah biofuel yang dihasilkan dari kayu, rumput, atau dapat dimakan bagian non-tanaman. Ini adalah jenis biofuel yang diproduksi dari lignoselulosa , bahan struktural yang terdiri dari banyak massa tanaman. Lignoselulosa terdiri terutama dari selulosa , hemiselulosa , dan lignin . brangkasan Jagung , switchgrass , miskantus , woodchips dan produk sampingan dari rumput dan pemeliharaan pohon adalah beberapa bahan selulosa yang lebih populer untuk produksi etanol. Produksi etanol dari lignoselul.osa memiliki keunggulan bahan baku yang melimpah dan beragam dibandingkan dengan sumber-sumber seperti gula jagung dan tebu, tetapi membutuhkan sejumlah besar pengolahan untuk membuat monomer gula tersedia bagi mikroorganisme yang biasanya digunakan untuk memproduksi etanol melalui fermentasi

Switchgrass dan miskantus merupakan bahan biomassa utama yang dipelajari hari ini, karena produktivitas tinggi per hektar. Selulosa, bagaimanapun, adalah terkandung dalam hampir setiap tumbuhan alami, bebas-tumbuh, pohon, dan semak, di padang rumput hutan, dan bidang di seluruh dunia tanpa usaha pertanian atau biaya yang diperlukan untuk membuatnya tumbuh.

Menurut US Department of Energy studi dilakukan oleh Argonne National Laboratory dari Universitas Chicago , salah satu manfaat dari etanol selulosa adalah bahwa itu mengurangi gas rumah kaca emisi (GRK) sebesar 85% dari bensin reformulasi. Sebaliknya, pati etanol (misalnya, dari jagung), yang paling sering menggunakan gas alam untuk menyediakan energi untuk proses tersebut, mungkin tidak mengurangi emisi gas rumah kaca di semua tergantung pada bagaimana berbasis bahan baku tepung yang dihasilkan.

Metode Produksi

Ada dua cara untuk memproduksi etanol dari selulosa :

  • Cellulolysis proses yang terdiri dari hidrolisis pada pretreated bahan lignoselulosa,

menggunakan enzim untuk memecah selulosa kompleks menjadi sederhana gula seperti

glukosa dan diikuti oleh fermentasi dan distilasi .

  • Gasifikasi yang mengubah lignoselulosa menjadi bahan baku gas karbon monoksida dan

hidrogen. Gas-gas ini dapat dikonversi menjadi etanol melalui fermentasi atau kimia

katalisis. Seperti biasa untuk produksi etanol murni, metode ini termasuk penyulingan .

Cellulolysis (pendekatan biologi)

Ada empat atau lima tahap untuk menghasilkan etanol menggunakan pendekatan biologis:

1. Sebuah “pretreatment” fase, untuk membuat bahan lignoselulosa seperti kayu atau jerami

setuju untuk hidrolisis,

2. hidrolisis selulosa (cellulolysis), untuk memecah molekul menjadi gula;

3. Pemisahan larutan gula dari bahan-bahan sisa, terutama lignin ;

4. Mikroba fermentasi larutan gula;

5. Distilasi untuk menghasilkan alkohol sekitar 95% murni.

6. Dehidrasi dengan ayakan molekul untuk membawa konsentrasi etanol lebih dari 99,5%

Pada tahun 2010, ragi strain rekayasa genetik telah dikembangkan yang menghasilkan selulosa sendiri-enzim yang mencerna. Dengan asumsi teknologi ini dapat ditingkatkan ke tingkat industri, itu akan menghilangkan satu atau lebih langkah cellulolysis, mengurangi waktu yang dibutuhkan baik dan biaya produksi.

Syahrul Rachmad

Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan 46