Category Archives: Pemuliaan Tanaman

Mari Mengenal Sorgum

Slide2Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman asli benua Afrika. Tercatat dalam sejarah budidaya tanaman ini dilakukan oleh penduduk negeri Mesir sejak 3000 SM. Sorgum dapat ditanam di daerah tropis, sub-tropis, bahkan daerah gersang di seluruh belahan dunia. Penyebaran sorgum ke Amerika dilakukan melalui rute perdagangan pada tahun 1700an. Sorgum dapat disebut dengan nama  yang berbada di tempat yang berbeda di seluruh belahan dunia. Sebagai contoh di Afrika Barat tanaman ini disebut great millet, kafir corn, atau guinea corn (secara tidak langsung berhubungan dengan jagung atau millet sebagai sumber makanan pokok). Di Asia seperti di India tanaman ini disebut jowar, kaolian di Cina, dan milo di Spanyol.

Sorgum memiliki tinggi sekitar 60 cm sampai dengan 460 cm. Tangkainya panjang, memiliki daun yang lebar yang tumbuh langsung dari tangkai. Bijinya kecil dan bulat. Sebuah benih sorgum  memiliki ukuran sekitar 25 cm hingga 36 cm dan akan mudah terlihat di bagian atas tangkai tanaman sorgum yang matang. Sorghum merupakan anggota rerumput (graminae) dan diklasifikasikan dalam berikut 4 kelompok besar yaitu: grain sorghum, sweat sorghum, broom sorghum, dan grass sorghum.

Berdasarkan penggunaannya Grain sorgum sering digunakan sebagai bahan makanan pokok di daerah tropis dan dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri minuman beralkohol, permen, dan industri berbahan dasar glukosa. Broom sorgum digunakan sebagai bahan untuk membuat sapu, sementara sweat sorgum digunakan sebagai bahan untuk pemanis pada sirup. Grass sorgum ditanam untuk pakan hijau bagi ternak dan tanaman penghijauan yang ditanam di pinggir-pinggir jalan. Saat ini Amerika Serikat merupakan negara produsen sorgum terbesar di dunia, diikuti oleh India, Nigeria, dan Meksiko.

Saat ini sorgum merupakan tanaman pertanian penting setelah jagung, kedelai, dan gandum di Amerika Serikat. Tanaman ini memiliki sifat ketahanan lebih tinggi terhadap kekeringan dan suhu tinggi bila dibandingkan dengan kedelai, gandum, jagung atau tanaman lainnya. Di tahun 1950, sorgum hibrida (sorgum hasil perkawinan silang) telah dikembangkan untuk memperoleh produksi hasil yang lebih tinggi. Hal itu menyebabkan sorgum begitu populer karena mampu meningkatkan jumlah produksi secara drastis. Pada awal masa perkembangan buah sorgum memiliki warna ungu atau merah dan mantel biji merah. Sebagai tanaman pangan warna dan rasa sorgum memang kurang dikenal luas oleh masyarakat. Untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki tanaman sorgum, pemulia tanaman melakukan berbagai usaha dan mengerucut pada pengembangan sorghum putih yang memiliki kulit biji putih.

Sorgum Putih

Ada beberapa keunggulan sorgum putih bila dibandingkan dengan sorgum lainnya. Pertama, sorgum putih memiliki ketahanan terhadap lingkungan yang keras seperti kekeringan dan suhu tinggi bila didibandingkan dengan tanaman lainnya. Tanaman ini bahkan ditanam dengan penggunaan bahan kimia atau pestisida pada tingkat yang rendah dan dalam jumlah yang sangat terbatas. Sangat ramah lingkungan. Tanaman ini juga mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang dikenal dengan sebutan “Nature-cared crops”, karena hanya membutuhkan perawatan ringan,  seperti irigasi dan pembasmian serangga.

Kedua, pada penggunaanya, tepung sorgum putih ini dapat ditambahkan ke berbagai jenis makanan karena rasa dan aroma sorgum putih lebih baik bila dibandingkan dengan sorgum lainnya. Secara alami tepung sorgum berwarna putih seperti tepung gandum. Penambahan bahan-bahan lain dalam adonan tidak mengubah aroma dan rasa dari bahan-bahan yang ditambahkan tersebut.

Ketiga, sorgum putih memiliki kandungan tanin yang rendah. Ini berarti bahwa polifenol (asam fenolik dan flavonoid) yang terdapat dalam sorgum masih dalam batas wajar. Rendahnya kandungan tanin tersebut ditandai dengan adanya lapisan berpigmen yang mengandung setidaknya 98% bagian sorgum putih, dan kandungan tanin yang tidak lebih dari 3%. Bila kita memperhatikan warna kulit biji, sorgum dengan kandungan tanin yang rendah kemungkinan berwarna putih, kuning, merah muda, oranye, merah atau abu-abu. Sorgum yang tinggi kandungan tanninnya berarti mengandung lapisan berpigmen dengan 10% non-tanin sorgum. Bila kita perhatikan biasanya sorghum dengan kandungan tanin yang tinggi memiliki warna kulit cokelat, kuning, merah muda, oranye, merah atau abu-abu.

Slide1
Analisis kandungan sorgum putih

Sorgum, sumer pangn bebas gluten

Roti, kue, dan pizza merupakan makanan berbahan dasar gandum yang telah sampai di meja makan kita sudah sejak lama. Dan itu telah menimbulkan ketergantungan bagi negara-negara yang tidak dapat memproduksinya sendiri, seperti Indonesia. Kini kampanye menyantap makanan bebas gluten mulai dilakukan oleh pemerhati kesehatan. Kandungan gluten dalam tepung gandung tidak menjadi pilihan utama bagi seseorang yang alergi terhadap gluten. oleh karena itu, sorgum bisa menjadi salah satu bahan baku alternatif.

Berbeda dengan jagung, sorgum dikenal lebih populer digunakan sebagai pengganti gandum di Amerika dan Eropa. Bahkan sekitar 10- 15% orang Amerika tidak bisa mengkonsumsi gandum karena tepung gandum mengandung gluten, protein yang beracun bagi orang-orang tertentu. Termasuk orang-orang dengan alergi gandum, yakni 2,2 juta orang dengan penyakit celiac, penyakit yang kurang dikenal, semacam autoimun. Orang yang mengidap penyakit Celiacs harus menghindari gluten karena dapat menyebabkan kerusakan lapisan usus halus, penghambatan penyerapan nutrisi makanan. Dalam jangka panjang kondisi ini dapat menyebabkan diare, anemia, osteoporosis, infertilitas, limfoma, dan komplikasi lainnya. Satu-satunya pengobatan adalah diet bebas gluten seumur hidup. Jika tidak diobati, maka bisa fatal.

Banyak orang menghindari gandum karena intoleransi makanan, di mana gejala yang timbul memang tidak mengancam jiwa namun cukup mengganggu, seperti sakit kepala, ruam kulit, hidung tersumbat, sinusitis, sakit perut, dan mudah lelah. Beberapa Asosiasi Nasional seperti Gluten Intoleransi Group, Celiac Disease Foundation, dan Celiac Sparue Asosiasi merekomendasikan sorgum untuk diet bebas gluten. Beberapa produsen menggunakan sorgum dalam produk bebas gluten mereka. Kini mulai banyak bahan berbasis sorgum yang tersedia di makanan alami pasar, di internet, dan beberapa supermarket tradisional. Hal ini memungkinkan konsumen yang terbiasa memilih makanan bebas gluten untuk menggunakan sorgum dalam formulasi resep diet mereka. Bumi kita kaya akan sumber daya alam, dan Allah SWT mencukupkan kita dengan apa yang ada di dalamnya 🙂

 

 

Pemuliaan Tanaman : Studi Kasus Budidaya Ubi Kayu di Tanah Pasundan (3)

Pada tulisan saya sbelumnya dijelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi ubi kayu yang cukup tinggi, dan Jawa Barat sebagai salah satu produsen ubi kayu patut menjadi perhatian. Bagaimana Jawa Barat memasok ubi kayu dan mengolahnya merupakan sesuatu hal yang sangat menarik. Pada bulan November tahun 2016 yang lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke empat kota di Jawa Barat, yakni Bandung, Kuningan-Majalengka, dan Sukabumi. Di empat kota tersebut saya telah menemukan banyak hal yang berkaitan dengan budidaya ubi kayu dan pemanfaatannya oleh masyarakat.

Kabupaten Kuningan-Majalengka

Kuningan-Majalengka merupakan dua kota yang berbatasan secara langsung, terletak di paling timur Jawa Barat berbatasan dengan Jawa Tengah. Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang dibudidayakan secara besar-besaran baik di Kabupaten Kuningan maupun Majalengka. Petani lebih suka menanam tanaman padi. Penanaman ubi kayu dilakukan apabila air yang tersedia tidak mencukupi untuk menanam padi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik petani mengggunakan sistem tumpang sari dengan penggunaaan varietas lokal yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti ubi kayu manihot atau rende. Varietas ubi kayu manihot dikenal memiliki rasa umbi yang lebih enak dan cepat matang ketika dimasak, sedangkan varietas rende memiliki rasa yang pahit, biasanya digunakan sebagai bahan baku aci.

cimg7858
Tumpang sari tanaman ubi kayu dengan jagung

Beberapa petani mengembangkan ubi kayu kasesat yakni ubi kayu varietas manggu yang diokulasi dengan menggunakan ubi kayu karet. Tujuan penggunaan teknik okulasi ini adalah untuk meningkatkan jumlah dan ukuran  umbi dari ubi kayu yang dipanen. Ubi kayu karet yang memiliki ukuran yang panjang dan  lebar diharapkan mampu melakukan fotosintesis secara optimal sehingga fotosintat yang disimpan di dalam umbi pun akan semakin meningkat.

cimg7885
Tanaman ubi kayu kasesat hasil okulasi ubi kayu gading dengan karet

Bagaimana pemanfaatan ubi kayu di Kuningan dan Majalengka? Masyarakat sekitar mengolah ubi kayu menjadi produk konsumsi seperti keripik. Pengolahan keripik gemblong di Kuningan terdapat di dua daerah yaitu Desa Nusaherang dan Citangtu. Di kedua desa tersebut pembuatan keripik dilakukan di rumah-rumah warga dengan pekerja yang berasal dari sekitar desa tersebut. Keripik gemblong dibuat dari tepung ubi kayu yang campurkan dengan bumbu, diberikan sejumlah air kemudian dicetak dan digoreng. Ubi kayu yang digunakan tidak dibatasi pada varietas tertentu, inilah yang menyebabkan industri ini bertahan hingga saat ini karena tidak pernah kesulitan dengan bahan baku.

cimg7812
Keripik Gemblong asal Kuningan Jawa Barat

Industri keripik ubi kayu skala besar ditemukan di Kampung Rawa Cikijing Kabupaten Majalengka. Beberapa rumah hingga saat ini masih memproduksi kripik ubi kayu untuk dikirim ke daerah Jakarta, Bogor, Bandung, Tanggerang dan Bekasi. Produksi keripik ubi kayu dibagi menjadi 3 bagian, pertama bagian pengupasan dan pencucian umbi. Konsumen memesan keripik ubi kayu dalam 3 variasi rasa, yaitu asin original, keju, dan balado. Pada bagian pengemasan, beberapa konsumen menyiapkan bungkus yang telah diberikan merk tersendiri sehingga pengemasan sesuai dengan kebutuhan konsumen, sebagian lainnya langsung membeli tanpa harus memberikan merk tertentu. Selain memproduksi keripik ubi kayu diproduksi pula keripik pisang, ubi ungu dan talas.

cimg7878
Pengusaha keripik ubi kayu Kampung Rawa Cikijing Majalengka

Kota dan Kabupaten Bandung

Siapa yang tak mengenal Kota/Kab Bandung? Kota dengan sejuta pesona, Paris van Java julukannya. Wisata dan Kuliner di kota Bandung menjadi daya tarik tersendiri, dan ternyata di kota Bandung pun pemanfaatan ubi kayu sudah beragam. Diawali di daerah Pagrwangi. Pagerwangi merupakan sebuah desa di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Di desa Pagerwangi saya menemui beberapa produsen kecimpring. Pembuatan kecimpring di Desa Pagerwangi merupakan usaha masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun. Pembuatan kicimpring dilakukan di sentra pembuatan kecimpring yaitu Kampung Babakan Bandung. Produk kecimpring yang dihasilkan telah dipasarkan ke salah satu supermarket besar di Indonesia.

sam_8526
Proses pengeringan kicimpring dengan bantuan sinar matahari

Pembuatan kecimpring dilakukan dengan melakukan pengupasan pada ubi kayu, kemudian dibersihkan. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin yang dimiliki oleh masyarakat secara swadaya. Setelah dilakukan penggilingan ubi kayu dicampur dengan bumbu khusus, dicetak, kemudian dikukus selama 30 menit. Kecimpring yang telah matang dikeringkan di bawah sinar matahari.

Desa tujuan selanjutnya adalah Desa Cimenyan. Desa Cimenyan merupakan sebuah desa sentra pembuatan peuyeum/tape yang terletak di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.  Hasil produksi tape biasanya dipasarkan di wilayah Bandung dan Jakarta. Penyimpanan tape dari mulai peragian hingga dapat dikonsumsi adalah sekitar 2 hari sehingga pembuat tape ubi kayu di Desa Cimenyan belum berani menjualnya ke luar pulau Jawa. Bahan baku yang digunakan ada dua jenis yakni ubi kayu kuning dan ubi kayu putih. Ubi kayu kuning atau jenis mentega memiliki ciri-ciri warna umbi yang lebih kuning dibandingkan dengan ubi kayu biasanya. Pembuatan tape dilakukan dengan megupas kulit ubi kayu, kemudian dilakukan pembersihan dengan menggunakan air yang mengalir. Setelah itu direbus selama kurang lebih satu jam. Ubi kayu yang telah dingin ditaburi dengan menggunakan ragi dan ditutup rapat dengan menggunakan daun pisang hingga dua atau tiga hari.

Pembuatan Tape Ubi Kayu

Pabrik Maicih Bandung

Maicih merupakan salah satu produsen keripik yang menghadirkan keripik ubi kayu dengan variasi tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Kapasitas produksi per hari bisa mencapai 2 000 hingga 3 000 pcs. Variasi tingkat kepedasan keripik Maicih terdiri dari 0, 3, 5, 7, dan 10. Karena kurang menyukai pedas, saat ditawari keripik pedas Ma Icih saya lebih senang membeli keripik dengan tingkat kepedasan 3.

Kesuksesan keripik ubi kayu hingga saat ini terletak pada kesuksesan pemilik Maicih, Bapak Bob Merdeka dalam memilih ubi kayu yang akan digunakan sebagai bahan baku dan racikan bumbu pedasnya. Namun sayang saat saya berkunjung ke sana Pak Bob Merdeka sedang tidak berada di tempat, saya ditemani oleh Manajer Produksi dan Pemasaran.

sam_8691
Keripik ubi kayu Maicih dengan tingkat kepedasan yang berbeda

Kota Sukabumi

Kota Sukabumi memang lebih dikenal dengan kue Mocinya, namun bila kita melintas dari arah Kabupaten ke Kota Sukabumi akan kita lihat tanaman ubi kayu dalam jumlah yang tidak sedikit. Ada beberapa varietas ubi kayu yang ditanam oleh petani di Sukabumi. Penanaman ubi kayu jenis Darul Hidayah lebih banyak dilakukan di Sukabumi bagian utara sekitar Sidangresmi, Jampang Tengah dan diolah menjadi kecimpring. Desa Sekar Arum, Kecamatan Cikembar bahkan telah membuat kecimpring dalam berbagai pilihan rasa. Varietas Darul Hidaya menoreh kesuksesan saat Tjutju Junior Soliha bekerjasama dengan Bupati Sukabumi (H. Sukma Wijaya) dan Teguh Rahayu (Agro Bost/POC) berhasil membuat tape ubi kayu terpanjang, dengan ukuran 150 cm. Kegiatan ini berlangsung di Sukabumi pada 19 Januari 2008.

Bersama dengan petani ubi kayu Sukabumi

Pengolahan ubi kayu menjadi keripik lebih banyak dilakukan oleh masyarakat Sukabumi yang berada di kota. Hal ini berkaitan dengan lebih dekatnya tempat produksi dengan pemasaran. Pemerintah menganggap bahwa adaptasi teknologi di kalangan petani ubi kayu harus segera dilakukan. Modified Cassava Flour (Mocaf) merupakan tepung singkong termodifikasi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf  hingga saat ini masih dalam skala kecil dan sudah berdiri di Kecamatan Pabuaran dan Kecamatan Cicurug.

Pabrik pengolahan aci di Sukabumi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung tapioka tidak ditentukan baik jenis maupun ukurannya, sehingga banyak petani yang bersedia menjual hasil ubi kayu yang ditanam kepada pabrik-pabrik pengolahan tepung tapioka di Kabupaten Sukabumi. Proses pembuatan tepung tapioka diawali dengan pengupasan kulit dan pembersihan umbi ubi kayu. Ubi kayu yang bersih kemudian diparut hingga halus dan disaring. Penyaringan dilakukan untuk memperoleh sari pati yang kemudian diendapkan. Pati ubi kayu yang telah diendapkan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Untuk menghaluskan dilakukan dua kali penggilingan, tahap pertama penggilingan ukuran sedang dan tahap kedua penggilingan hingga menjadi halus. Pada pabrik tepung tapioka yang diamati, ampas penyaringan parutan ubi kayu dihancurkan kembali dan digiling untuk kemudian dijual kembali.

Pemuliaan Tanaman : Studi kasus Budidaya Tanaman Ubi Kayu di Indonesia (2)

Ubi Kayu Di Indonesia

Pada tulisan saya sebelumnya kita mulai mengenal perkembangan ubi kayu di negeri asalnya Brazil, sekarang bagaimana dengan perkembangan ubi kayu di Indonesia?

slide1
Sentra Budidaya Tanaman Ubi Kayu Asia Tenggara  khususnya Indonesia (warna merah merupakan produksi tertinggi)

Seperti kita ketahui bersama bahwa ubi kayu datang ke Indonesia sekitar akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19.  Ubi kayu merupakan tanaman baru di Asia, diperkenalkan dari Amerika oleh penjelajah Spanyol dan Portugis. Penguasa kolonial memperkenalkan tanaman ubi kayu untuk pertama kali sebagai tanaman cadangan makanan untuk kelaparan, dan kemudian sebagai sumber pati untuk ekspor. Untuk wilayah Asia khususnya Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan luas lahan budidaya ubi kayu terbesar dengan luas wilayah hingga lebih dari 1 juta hektar. Luasnya lahan budidaya ternyata tidak diiringi dengan besarnya produktivitas. Produktivitas ubi kayu yang ditanam di Indonesia menempati peringkat ke dua setelah Thailand yakni sebesar 14.93 ton/ha. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh peneliti Indonesia untuk membuat kultivar tanaman ubi kayu yang memiliki produktivitas tinggi.

Terdapat 5 daerah utama penghasil ubi kayu di Indonesia diantaranya Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakartaen dengan produktivitas berkisar antara 11.9 – 19.4 ton/ha. Tercatat berbagai macam makanan tradisional berbahan baku ubi kayu tetap eksis hingga saat ini seperti getuk, perkedel, lapis, bakwan, lemet, keripik, dan sebagainya.  Jangankan diolah menjadi bahan makanan yang lebih modern yang biasa kita temui saat ini : misalnya brownis, ubi kayu rebus yang dihidangkan dengan segelas teh manis pun akan sangat digemari oleh sebagian besar penduduk Indonesia.

Bagian ubi kayu yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah bagian umbi dan daun. Daun singkong biasa digunakan pada sayur atau lalapan sedangkan bagian umbi merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan mulai dari makanan tradisional hingga pakan ternak. bahkan umbi pada ubi kayu yang awalnya digunakan hanya sebagai produk konsumsi biasa atau makanan tradisional, telah mengalami banyak sekali perubahan. Kini ubi kayu telah memasuki pasar diversifikasi produk. Perkembangan ini menunjukan bahwa ubi kayu memberikan peran berkembangnya pembangunan secara daerah. Umbi yang diubah menjadi berbagai produk makanan langsung atau olahan, pati dan tepung untuk makanan dan industri, dan pakan ternak.

slide2
Ubi kayu dengan beragam manfaatnya. Sumber : CIAT

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling penting, ketiga terpenting setelah beras, dan jagung. Bahkan di tahun 2014 ubi kayu memberikan kontribusi sebesar 6.1 juta rupiah terhadap GDP Indonesia. Walaupun beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia sebagaimana tradisi masa lalu, namun bila suatu daerah yang tidak memungkinkan ditanamnya padi di suatu daerah seperti tanah yang marjinal dan curah hujan tidak menentu, ubi kayu memiliki keunggulan untuk beradaptasi dengan baik.

Peran ubi kayu dalam ketahanan pangan telah menurun pasca-Revolusi Hijau di Asia, yang dipengaruhi oleh aspek politik, perang, kekurangan makanan, atau gangguan lain yang menyebabkan menurunnya pasokan makanan.

Hal yang menarik adalah hanya Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi – sekitar 50 kg per kapita per tahun, dalam bentuk berbagai macam produk makanan yang berbeda. Ubi kayu bahkan berkembang pesat setelah digunakan pada pakan ternak.

slide3
Konsumsi Ubi Kayu (kg/tahun) Sumber : FAO

Manfaat tanaman ubi kayu sangat dirasakan negara berkembang khususnya Indonesia, diantara manfaatnya adalah pertama, menunjang program ketahanan pangan. Seperti apa yang saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, kemudahan menanam ubi kayu walaupun dilahan yang tingkat kesuburannya kurang memberikan akses pangan bagi manyarakat menengah ke bawah. Kebutuhan karbohidrat yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh beras dapat disubtitusi oleh ubi kayu. Apalagi ubi kayu di Indonesia merupakan bagian dari budaya sehingga bernilai bukan hanya dari segi pemenuhan kebutuhan melainkan bernilai seni dan estetika.

Kedua, memberikan manfaat ekonomi. Hingga saat ini ubi kayu hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan mereka dari kemiskinan dan ketertinggalan ekonomi. Secara langsung maupun tidak, ubi kayu memberikan manfaat terhadap penduduk miskin di pedesaan, serta berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang lebih luas. Selain mengurangi kemiskinan, ada peran penting yang dimiliki ubi kayu yaitu berfungsi sebagai katalis dalam pembangunan.

Secara ekonomi ubi kayu dapat menjadi peluang bila dilihat dari kecenderungan pasar saat ini seperti gaya hidup diet tanpa beras yang mempercepat keberhasilan produk makanan baru berbahan dasar ubi kayu di pasar, tingginya permintaan industri pati dan pakan ternak; dan peluang untuk ekspor pelet dan pati. Manfaat ubi kayu ini bukan hanya berpengaruh kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, hingga menyentuh sistem ekonomi yang lebih besar.

Ketiga manfaat lingkungan, hal ini berkaitan dengan kemampuan sebagian besar tanaman ubi kayu yang dapat tumbuh pada ekosistem yang rapuh atau tanah marjinal. Walaupun ada persepsi yang kurang baik, dimana konon katanya tanaman ubi kayu dapat menurunkan kesuburan tanah, hal itu terjadi karena kita tidak melakukan pemupukan secara intensif pada lahan yang sedang digunakan. Meskipun demikian, tanaman ubi kayu digunakan untuk mengelola erosi yakni penanaman ubi kayu di lereng dilakukan beberapa bulan pertama sebelum kanopi menutup. Pembuangan produk limbah dari pengolahan ubi kayu seperti kulit daun dan batang biasanya digunakan untuk bahan pupuk organik.

Nantikan tulisan selanjutnya : ubi kayu di tanah Pasundan  🙂

Pemuliaan Tanaman: Studi Kasus Budidaya Tanaman Ubi Kayu (1)

Saat saya masih duduk di sekolah dasar, guru saya pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat subur. Karena kesuburan tanahnya “tongkat dilempar jadi tanaman“, menurut lirik dari sebuah lagu lawas karya Koes Plus. Saat itu saya merasa begitu takjub dengan negeri ini, rasanya Indonesia adalah negara terhebat di dunia. Saya berfikir tongkat apa ya yang bisa jadi tanaman. Tidak semua tongkat kan bisa  jadi tanaman, maka saya pun bertanya kepada orang tua. Ternyata yang dimaksud dengan tongkat yang bisa berubah jadi tanaman itu adalah batang ubi kayu. Masya Allah :). Pada tulisan saya kali ini saya ingin sedikit bercerita tentang ubi kayu, karena ternyata potensinya tanaman ini luar biasa :).

y5271e08
tongkat dilempar jadi tanaman

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) tumbuh dan dibudidayakan untuk pertama kali di Brazil, Amerika Bagian Selatan selama lebih dari 500 tahun. Tanaman ini kemudian diperkenalkan di Benua Asia dan Afrika, dimana di kedua benua tersebut menjadi basis populasi masyarakat negara miskin dan berkembang. Mungkin inilah sebabnya tanaman ubi kayu identik dengan masyarakat kelas bawah, bahkan di Indonesia dikenal sebagai anak singkong. Spesies ubi kayu menghadirkan keragaman genetik yang terkonsentrasi di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia. Lebih dari 8.500 aksesi ubi kayu tersebar di seluruh dunia dan lebih dari 7.500 ditemukan di Amerika Selatan. Di Brazil 4.132 aksesi telah dikoleksi dan dirawat di bank plasma nutfah hampir di semua bagian negeri tersebut. Keragaman genetik secara luas dihasilkan dari penyerbukan silang yang menghasilkan tingkat heterozigositas yang tinggi dan dapat berbuah secara tiba-tiba. Kondisi tersebut dialami oleh   varietas lokal yang diseleksi secara alami oleh petani.

Budidaya Tanaman Ubi kayu di Brazil

Sebelum kita mempelajari ubi kayu lebih jauh, mari kita belajar bagaimana perkembangan budidaya tanaman ubi kayu di negara asialnya, Brazil. Bukan hanya negeri penghasil bakat-bakat pesepakbola internasional, negara ini ternyata pusat kemajuan budidaya tanaman ubi kayu. Tanaman ubi kayu dibudidayakan di sepanjang daerah aliran Sungai Amazon hingga Rio Grande do Sul Brazil di bawah kondisi cuaca, tanah dan sistem manajemen yang sangat berbeda sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Walaupun permintaan untuk berbagai kultivar disesuaikan dengan kondisi alam dan penggunaan, pada umumnya hasil panen ubi kayu digunakan sebagai bahan makanan atau pakan ternak. Pada kondisi ini kultivar yang berbeda memiliki karakteristik berbeda pula untuk penggunaan tertentu. Kultivar sebagaimana kita ketahui merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis yang memiliki sifat atau karakter yang dapat membedakannya dengan jenis yang sama walaupun telah diperbanyak baik secara vegetatif maupun generatif. Sebagai contoh tanaman padi di Indonesia memiliki banyak kultivar diantaranya Rojolele, PandanWangi, Cianjur dan lain sebagainya. Walaupun sama-sama tanaman padi, karakter dan sifat mereka berbeda diantara yang lainnya walaupun sama-sama tanaman padi.

karte-9-1070
Peta negara Brazil Sumber : mapwest

Perkembangan pemuliaan tanaman untuk kultivar ubi kayu yang mampu beradaptasi dengan baik dan daya hasil tinggi telah dilakukan selama ratusan tahun dengan melakukan seleksi di Amerika bagian selatan dan 300 tahun terakhir di Asia dan Afrika. Kegiatan tersebut menghasilkan keragaman genetik yang sangat tinggi. Salah satu hasil penelitian tentang varietas ubi kayu yang dinilai dan diseleksi telah di publikasikan di Kota Bahia Brazil pada tahun 1899. Namun selama kurang lebih 20 tahun institusi nasional mulai mengorganisasi kegiatan pemuliaan genetik. Program pemuliaan ubi kayu secara aktif dilakukan di Brazil dan beberapa negara Afrika di pertengahan abad ke-20. Di kemudian hari ancaman Virus Mozaik dari Afrika memaksa peneliti di Afrika Barat tertarik untuk mengakses dan menggunakan keragaman genetik dari spesies liar dari genus Manihot untuk program pemuliaan mereka. Plasma nutfah yang dihasilkan dari program tersebut selama beberapa tahun menjadi sumber plasma nutfah untuk digunakan sebagai kontrol terhadap virus mozaik.

presentation1
Perbandingan tanaman sehat dengan tanaman yang terinveksi virus mozaik.

Pada tahun 1960 International Research Center memiliki insentif untuk koleksi plasma nutfah, karakterisasi, dan pengembangan kultivar ubi kayu yang baru. Penelitian dari International Tropical Agriculture (CIAT) dan International Institute of Tropical Agriculture (IITA), yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Nasional di Brazil memimpin pengembangan di tingkat regional dan global. Kegiatan lembaga tersebut sangat baik khususnya koleksi plasma nutfah ubi kayu yang terintegrasi dengan program pemuliaan tanaman yang lainnya.  Suksesnya pemuliaan tanaman ubi kayu juga telah terbukti untuk beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, dan Vietnam yang mana pengembangan dari budidaya ubi kayu menstimulasi beberapa sektor secara sekaligus.

Berkaca pada suksesnya pengembangan sumber daya baru yang resisten terhadap virus mozaik pada ubi kayu, kultivar ubi kayu dengan potensi hasil telah diraih oleh IITA yang bekerja sama dengan beberapa negara di Afrika. Kultivar ubi kayu yang dirilis dan diadaptasikan di Amerika Latin terus meningkat khususnya digunakan sebagai pakan ternak dan produksi pati. Hal yang lebih penting dari itu adalah partisipasi petani dalam pengembangan metode tersebut.

Pemuliaan ubi kayu dibangun dengan beberapa tahapan dimulai dengan koleksi plasma nutfah varietas lokal, regional dan secara global adanya pertukaran klon hasil rekombinasi, dan koleksi dan penggunaan spesies liar. Bioteknologi telah digunakan sejak 1980 untuk memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi dalam pemuliaan ubi kayu (aspek bioteknologi akan dibahas pada tulisan selanjutnya).

y5271e08
Persentase penggunaan lahan budidaya ubi kayu menurut daerah di Brazil Sumber FAO

Penelitian peningkatan secara genetik tanaman ubi kayu di Brazil dimulai pada pertengahan abad ke dua puluh dan mulai intensif pada tahun 1940 yang dilakukan oleh institusi penelitian regional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada dasarnya mereka lebih berkonsentrasi pada pengenalan dan penilaian dari plasma nutfah yang tersedia. Di Brazil bagian tenggara tanaman ubi kayu dengan peningkatan melalui genetik untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1940 oleh Campinas Agronomic Institute (IAC). Brazil bagian timur laut merupakan wilayah penghasil ubi kayu terbesar dengan luas area budidaya mencapai 40% dari total lahan di negara tersebut.Walaupun demikian produktivitas ubi kayu di Brazil bagian selatan lebih tinggi hingga mencapai lebih dari 15 ton/ha. Dengan menggunakan rekombinasi antara varietas yang dikontrol oleh tetua heterozigot dan seleksi selama generasi terbaik dari perbanyakan tanaman. Program tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 1969 dengan peningkatan yang signifikan pada klon di generasi terbaru. Selama penelitian silang IAC menggunakan koleksi plasma nutfah di Sao Paulo dengan metode yang sangat sistematis.

y5271e09
Daya hasil tanaman ubi kayu berdsarkan wilayah di Brazil FAO

Bagaimana dengan perkembangan budidaya tanaman ubi kayu di Indonesia? Semoga bisa kita bahas di tulisan selanjutnya.

Bakanae

Penyait-penyakit yang telah ditemukan pada tanaman padi terutama yang disebabkan oleh jamur sangatlah beragam diantaranya adalah penyakit bercak coklat (Dreschelera oryzae), blast (Pyricularia orizae), hawar upih daun (Rhizoctonia solani), busuk batang (Sclerotium oryzae) dan bakanae (Fusarium moniliforme). Dari ke empat nama penyakit tersebut yang  menarik perhatian saya adalah bakanae, terdengar seperti manu masakan jepang bakanae menjelma menjadi salah satu penyakit yang ditakuti oleh petani.

Bakanae sebenarnya salah satu penyakit yang telah diketahui sejak lama karena menyerang tanaman padi di wilayah Asia, dan tersebar dalam wilayah kecil di Amerika Serikat  tepatnya di California. Perbedaan dampak pada kedua tempat tersebut adalah apabila di California penyakit ini hanya merupakan gangguan kecil saja, di asia wabah ini menyerang tanaman padi hingga petani kehilangan sekitar 70% produktivitas tanaman pertanian.

Tanaman padi yang terserang wabah bakanae memiliki tinggi yang melebihi ukuran tinggi padi normal
Tanaman padi yang terserang wabah bakanae memiliki tinggi yang melebihi ukuran tinggi padi normal

Bakanae disebabkan oleh cendawan Fusarium moniliforme Sheld, termasuk ke dalam ascomycetes, Gibberella fujikuroi Saw. Bakanae secara umum menyerang penyakit sejak tahapan bibit, itu dapat diamati pada saat awal pertumbuhan. Gejala awal dari bakanae dapat diketahui dengan jelas setalah satu bulan setelah masa tanam. Tanaman padi yang terkena wabah bakanae memiliki tinggi tanaman melebihi tanaman normal, warna daun hijau kekuningan dan memucat, dan ukuran akar yang lebih besar. Tinggi tanaman yang melebihi tanaman normal diduga karena meningkatnya giberelin yang diproduksi oleh tanaman, sedangkan perubahan warna menjadi hijau kekuningan kemungkinan besar karena bertambahnya asam fusarik dalam jaringan tanaman.

Bakanae 2
Perbedaan tanaman padi normal dengan tanaman yang terserang bakanae, hijau (normal) hijau kekuningan (terserang)
Bakanae 7
Hifa jamur terlihat pada tanaman yang terserang wabah bakanae.