Category Archives: Kimia Polimer

Pemanfaatan teknologi kultur in vitro pada isolasi senyawa antioksidan

Antioksidan dan teknologi kultur in vitro

Penggunaan sel tanaman dan teknik kultur jaringan telah banyak dimanfaatkan untuk memproduksi metabolit sekunder, baik dalam skala kecil (penelitian) maupun industri dengan kapasitas yang cukup besar terutama penggunaan bioreaktor. Penelitian-penelitian yang telah banyak dilakukan meliputi penggunaan sel tanaman yang bermanfaat menghasilkan produk kimia bermanfaat dan bagaimana mengontrol metabolisme dari sel tersebut sehingga memperoleh senyawa metabolit sekunder target. Kultur sel tanaman dilakukan melalui perbanyakan kalus, sehingga diharapkan mampu mensintesis, terutama mengakumulasikan beberapa jenis metabolit sekunder khususnya senyawa yang berkhasiat obat seperti senyawa alkaloid saponin, kardenolid, antraquinon, polifenol, dan terpen.

Selama beberapa dekade penelitian yang berkaitan dengan produk alami kimia tumbuh dengan pesat. Kasus-kasus penyakit degeneratif maupun antiaging yang disebabkan aktifitas radikal bebas terutama oleh stress dan polutan mendorong berbagai penelitian mengenai penggunaan senyawa antioksidan.

Apa antioksidan ?

Antioksidan adalah senyawa yang mampu mencegah atau menunda reaksi oksidasi pada substrat dalam konsentrasi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan substrat yang teroksidasi tersebut. Reaksi perombakan dari oksigen reaktif/ reactive oxygen species (ROS) adalah mekanisme yang memungkinkankita memahami reaksi antioksidan. Melalui reaksi pengikatan logam atau penghambatan dengan bantuan enzim mampu mencegah bertambahnya reaksi radikal bebas. Sebenarnya secara seluler di dalam sel terdapat antioksidan endogen, yaitu antioksidan yang diproduksi sendiri oleh sel seperti asam askorbat, asam ureat, glutation, tokoperol, dan lain-lain. Aktivitas antioksidan pada produk metabolit sekunder secara luas telah dikenal melalui teknik in vitro dan beberapa telah diketahui mekanisme reaksinya.

Mengapa harus in vitro?

Sember bahan alam yang telah digunakan sebagai bahan baku antioksidan telah banyak digunakan seperti produk pertanian dan hortikultura (jagung, wortel, tomat apel daun teh damlain-lain) atau tanaman obat seperti pinus, curcuma, suren dan lain-lain Bahkan industri dari minuman keras di beberapa negara di eropa dan minyak zaitun telah menggunakan produk buangan (waste product) sebagai bahan baku industri senyawa antioksidan.

Lalu mengapa harus dengan in vitro? Saat ini ilmu dan teknik biotechnology berkembang dengan pesat khususnya dalam memproduksi metabolit sekunder agar lebih ekonomis dan mampu mengatasi permasalahan dalam budidaya konvensional. Bila dibandingkan dengan teknik pertanian konvensional, bioteknologi memang memiliki beberapa keunggulan yaitu ekstraksi dan pemurnian yang lebih mudah, beberapa senyawa tidak ditemukan di alam, tidak bergantung pada faktor cuaca dan iklim, lebih mudah mengontrol proses biosintesisnya, dan yang terakhir ekplorasi melalui rekayasa genetika lebih memungkinkan dilakukan bila dibandingkan dengan apabila kita mengintroduksi GMO ke lingkungan.

Metode apa yang digunakan ?

Dari beberapa penelitian kultur jaringan, pada isolasi metabolit sekunder, aktivitas antioksidan jarang sekali diperhatikan oleh peneliti. Pengetahuan tentang sifat antioksidan sebuah senyawa seringkali datang dari penelitian yang bertemakan etnobotani tanaman obat terutama dalam hal konservasi. Pengujian senyawa antioksidan bergantung pada bentuk senyawaan yang kita teliti. Metode sederhana dilakukan dengan uji warna menggunakan colorimetry yang mendeteksi perubahan pengurangan logam, uji dengan radikal bebas sintesis (2,2 &prime-azinobis-(3-3thilbenzothiazolene-6-sulfonate) dan DPHH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl free radical).

Di bawah ini beberapa spesies yang digunakan, senyawa yang dihasilkan, dan sistem kultur yang digunakan dalam beberapa penelitian kultur in vitro:

Spesies Metabolit sekunder Sistem kultur
Ajuga reptans Antosianin Kultur sel bunga
Anchusa officinalis Asam Rosmarinat Suspensi sel
Arachis hypogea Piceatannol (stilbene) Kalus
Carthamus rinctorius Kinobeon A Suspensi sel
Sausurea involucrata Apigenin Hairy root over expression culrure
Stevia rebaudiana Baicalin, wogonoside Suspensi sel
Vitis vinifera Procyanidins Suspensi sel
Withania somnifera Withanoloid Kalus, bioreaktor

Polimer Termosetting dan Termoplastik

Polimer disebut juga dengan makromolekul merupakan molekul besar yang dibangun dengan pengulangan oleh molekul sederhana yang disebut monomer. Polimer (polymer) berasal dari dua kata, yaitu poly (banyak) dan meros (bagian – bagian).

Klasifikasi polimer salah satunya berdasarkan ketahanan terhadap panas (termal). Klasifikasi polimer ini dibedakan menjadi dua, yaitu polimer termoplastik dan polimer termoseting.

1. Polimer termoplastik

Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui  cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru.

Polimer yang termasuk polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang. Bentuk struktur termoplastik sebagai berikut.

struktur-termoplastik-1

Bentuk struktur bercabang termoplastik.

struktur-termoplastik-2

Polimer termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut.

–         Berat molekul kecil

–         Tidak tahan terhadap panas.

–         Jika dipanaskan akan melunak.

–         Jika didinginkan akan mengeras.

–         Mudah untuk diregangkan.

–         Fleksibel.

–         Titik leleh rendah.

–         Dapat dibentuk ulang (daur ulang).

–         Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.

–         Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

Contoh plastik termoplastik sebagai berikut.

–         Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan.

–         Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit sintetis, ubin plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol detergen.

–         Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil, dan permadani.

–         Polistirena = Insulator, sol sepatu, penggaris, gantungan baju.

2. Polimer termoseting

Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi.

Plomer termoseting memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.

Bentuk struktur ikatan silang sebagai berikut.

polimer-termoseting

Sifat polimer termoseting sebagai berikut.

–         Keras dan kaku (tidak fleksibel)

–         Jika dipanaskan akan mengeras.

–         Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).

–         Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.

–         Jika dipanaskan akan meleleh.

–         Tahan terhadap asam basa.

–         Mempunyai ikatan silang antarrantai molekul.

Contoh plastik termoseting :

Bakelit    = asbak, fitting lampu listrik, steker listrik, peralatan fotografi, radio, perekat plywood.

sumber : http://www.chemistry.com

KRISTALIN DAN AMORF

Padatan digolongkan dalam dua golongan, padatan kristalin yang partikel penyusunnya tersusun teratur, dan padatan amorf yang partikel penyusunnya tidak memiliki keteraturan yang sempurna. Studi bahan kristalin mempunyai sejarah yang jauh lebih panjang karena kristal lebih mudah dipelajari daripada bahan amorf. Perkembangan paling penting dalam studi bahan kristalin adalah perkembangan analisis kristalografi sinar-X. Awalnya teknik ini hanya dapat digunakan untuk struktur yang sangat sederhana seperi garam (NaCl). Namun dalam 80 tahun terakhir analisis kristalografi telah berkembang dengan demikian cepat sehingga protein dengan massa molekul yang sangat besar kini dapat dipelajari dengan teknik ini.

Terdapat berbagai cara untuk mengklasifikasikan padatan, yang meliputi berbagai bahan. Namun, klasifikasi yang paling sederhana adalah membaginya menjadi dua golongan: padatan kristalin yang partikelnya tersusun teratur dan padatan amorf yang keteraturannya kecil atau tidak ada sama sekali.

a. Bahan kristalin

Dalam beberapa bahan kristalin, partikel penyusunnya tersusun sehingga keteraturannya kadang nampak dengan mata telanjang. Kristal yang umum kita lihat adalah natrium khlorida, tembaga sulfat hidrat, dan kuarsa. Lokasi partikel penyusun padatan kristalin (ion, atom atau molekul) biasanya dinyatakan dengan kisi, dan lokasi setiap partikel disebut titik kisi. Satuan pengulangan terkecil kisi disebut dengan sel satuan.

Gambar 8.1 Definisi sel satuan.
Sel satuan digambarkan dengan garis tebal. Jarak antar dua titik sepanjang ketiga sumbu didefiniskan sebagai a, b dan c. Sudut yang dibuat antar dua sumbu didefinisikan sebagai α, β dan γ.

Sel satuan paling sederhana adalah kubus. Tiga sumbu kubus dan beberapa sel satuan lain tegak lurus satu sam lain, namun untuk sel satuan lain sumbu-sumbu itu tidak saling tegak lurus. Faktor yang mendefinisikan sel satuan adalah jarak antar titik dan sudut antar sumbu. Faktor-faktor ini disebut dengan tetapan kisi (kadang disebut juga parameter kisi) (Gambar 8.1).

Di tahun 1848, kristalografer Perancis Auguste Bravais (1811-1863) mengklasifikasikan kisi kristal berdasarkan simetrinya, dan menemukan bahwa terdapat 14 jenis kisi kristal seperti diindikasikan dalam Gambar 8.2. Kisi-kisi ini disebut dengan kisi Bravais. Ke-empat belas kisi 14 diklasifikasikan menjadi tujuh sistem kristal.Dalam buku ini, hanya tida sistem kubus yang dikenal baik: kubus sederhana, kubus berpusat badan dan kubus berpusat muka yang akan dibahas.

Besarnya sel satuan dapat ditentukan dengan hukum Bragg, yang diusulkan oleh fisikawan Inggris William Lawrence Bragg (1890-1971) di tahun 1912. Untuk mendapatkan informasi detail susunan akurat partikel dalam kristal, pengukuran intensitas puncak difraksi perlu dilakukan.

b. Padatan amorf

Susunan partikel dalam padatan amorf sebagian teratur dan sedikit agak mirip dengan padatan kristalin. Namun, keteraturan ini, terbatas dan tidak muncul di keseluruhan padatan. Banyak padatan amorf di sekitar kita-gelas, karet dan polietena memiliki keteraturan sebagian (Gambar 8.3).

Fitur padatan amorf dapat dianggap intermediate antara padatan dan cairan. Baru-baru ini perhatian telah difokuskan pada bahan buatan seperti fiber optik dan silikon amorf (Tabel 8.1).

Gambar 8.3 Padatan kristalin dan amorf
Terdapat perbedaan besar dalam keteraturan partikel penyusunnya. Beberapa ilmuwan bertahan dengan pendapat bahwa padatan amorf dapat dianggap wujud keempat materi.

Sumber : http://www.chem-is-try.org