Category Archives: Kimia Lingkungan

Amankah makanan kita?

makanan-ber-formalin
Sudah amankah makanan anda? Sumber : labsatu

Bila kita melihat berita di media massa baik elektronik ataupun surat kabar banyak sekali penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan. Bahan berbahaya yang digunakan, seperti bahan kimia telah ditemukan dalam makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Bahkan, salah satu stasiun televisi telah menayangkan program televisi berisi investigasi praktek-praktek penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan. Melalui program televisi tersebut kita bisa melihat bagaimana mereka-pelaku-meracik, mencampurkan, mengolah bahan makanan yang mengandung bahan berbahaya tersebut. Kita hanya bisa mengelus dada, betapa kita, masyarakat sekaligus konsumen telah tertipu selama ini.

Belum lama, menjelang Bulan Suci Ramadhan dan Hari Iedul Fitri 1437 H, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPPOM) telah banyak menemukan bahan kimia berbahaya dalam makanan takjil berbuka puasa dan kue lebaran. Hasil pengawasan menunjukan bahwa formalin menjadi bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan dalam pangan. Secara rinci 203 sampel pangan mengandung formalin, 155 sampel pangan mengandung rhodamin B, 99 sampel pangan mengandung boraks, dan 1 sampel mengandung methanyl yellow.

chika.jpg
Bazar makanan saat Bulan Suci Ramadhan (Sumber : terupdatenews)

Biasanya bahan kimia yang ditemukan terindikasi digunakan sebagai bahan pewarna, pengenyal, pengawet, pemutih, dan pengharum. Hal ini terus berulang dari tahun ke tahun, padahal seperti yang kita ketahui bersama bahwa warga negara Indonesia berhak memperoleh keamanan pangan, dan itu merupakan hak dasar kita sebagai warga negara.

Bagaimana kasus penggunaan bahan berbahaya pada bahan pangan di negara maju ?

Kejahatan dalam kasus pengguanaan bahan berbahaya bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di setiap negara baik negara maju dan berkembang juga ditemukan kasus yang sama. Sebagai contoh di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, penggunaan bahan berbahaya pada makanan dianggap sebagai kejahatan serius, bahkan mereka memasukan kejahatan tersebut bukan hanya pada kategori ketahanan pangan (food safety) namun pertahanan pangan (food defense) yang tergolong di dalamnya pemalsuan, penipuan, dan pengelabuan.

Apakah perbedaan antara food safety (FS) dengan food defense (FD) ? FS adalah bentuk upaya yang dilakukan untuk mencegah bahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan zat lain baik disengaja maupun tidak, alami atau sintetis, kontaminasi lingkungan atau kontaminasi silang, karena ketidaktahuan, kelalaian, dan kecerobohan. Sedangkan FD merupakan upaya perlindungan pangan dari unsur kesengajaan penambahan semaran bilologis, kimia, fisik, atu bahan lainnya termasuk radioaktif untuk tujuan tertetntu.

Pada Konferensi Pertahanan Pangan yang dilakukan di tahun 2014 ada 3 kategori FD yaitu penipuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, sabotase dan terosisme. Karena pentingnya kasus penambahan bahan berbahaya pada makanan pemerintah AS bahkan menugaskan Otoritas Keamanan Nasional untuk menanganinya (Homeland security), bahkan sejak tahun 2011 mereka telah mengeluarkan UU Pangan yang mengatur Food defense yang intinya  upaya mengidentifikasi dan dan mengevaluasi kimia berbahaya yang masuk ke dalam makanan merupakan tanggung jawab pemerintah dan stakeholder yang terlibat termasuk industri makanan luar negeri. Kejahatan ini apabila dilakukan oleh pihak mananapun akan dimasukan ke dalam kategori tindakan terorisme.

Kasus–kasus FD yang terjadi di dunia sudah banyak dilaporkan, sebagai contoh : kasus salmonela pada salad bars di Oregon (1978), jarum pada kue di St. Louis (1984), nikotin pada daging giling di Michign (2003), racun tikus pada pangan di Tiongkok (2003), arsen pada kopi di AS (2010), dan pencampuran melamin pada susu bayi di Tiongkok (2007-2008).

P1-AN503A_MELAM_NS_20081102210546
Proses pencampuran melamin pada susu di Tiongkok Sumber : wsj

Bagaimana posisi Indonesia dalam masalah ketahanan pangan ?

Ada 3 isu penting yang berkaitan dengan pangan yaitu food security (ketahanan pangan), food Safety (keamanan pangan), dan food defense (pertahanan pangan). Pemerintah saat ini masih berjibaku dengan program ketahanan pangan, khususnya memenuhi ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat, bahkan pada tingkat individu. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia. Tak heran bila pemerintah gencar menggenjot kinerja kabinet dan kementerian terkait guna mewujudkan swasembada pangan. Sedangkan keamanan pangan (Food security) belum memperoleh perhatian khusus, apalagi pertahanan pangan (Food safety).

Mari kita lihat peringkat ketahanan pangan Indonesia diantara negara-negara lainnya melalaui data yang dimiliki oleh Global Food Security Index tahun 2015. Indonesia berada pada peringkat ke-74, hasil yang belum menggembirakan. Bahkan peringkat keamanan pangan lebih buruk, yaitu peringkat ke 88 dari 109 negara, di tingkat ASEAN kita pun kalah, hanya memperoleh peringkat ke-7 dari 8 negara yang disurvei.

Presentation1
Global food security indeks 2015 sumber : the economic

Hingga tulisan ini saya buat, sebenarnya belum banyak perbincangan mengenai pertahanan pangan yang dibahas oleh Indonesia secara nasional, baik tingkat eksekutif (pemerintah), maupun legislatif (DPR). Kejahatan yang dilakukan oleh orang atau perusahaan yang menambahkan bahan berbahaya ke dalam bahan pangan masih tergolong kejahatan ringan. Tindakan yang tidak bertanggung jawab tersebut hanya memperoleh hukuman pidana ringan, tentunya hal ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Padahal menurut UU Pangan No 18 Tahun 2012 pelaku kejahatan dapat dituntut hukuman pidana dengan kurungan paling lama 5 tahun atau denda sebesar 10 miliar. Hingga saat ini adakah pelaku kejahatan tersebut dihukum dengan hukuman yang cukup berat ? saya belum pernah mendengarnya, sangat mengherankan.

Pemerintah telah menempatkan komoditas pangan kita dalam tataran perdagangan global sehingga kualitas pangan disesuaikan dengan standard internasional. Telah banyak dilakukan perbaikan khususnya produk-produk hasil olahan pertanian, perikanan, dan kelautan Bagi produk-produk pertanian dilakukan GAP (good agricultural practise) yang menjamin penggunaan pupuk, cara budidaya, penggunaan insektisida dalam menghasilkan produk pertanian berkualitas dan sehat, khususnya buah-buahan dan sayuran. Selain itu kerjasama antar negara baik bilateral dan multilateral telah dilakukan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan ekspor ke negara-negara tujuan di seluruh dunia.

Upaya pemerintah di atas belum sepenuhnya dilakukan di ingkat domestik sehingga muncul anekdot yang menarik, bila ingin menikmati produk berkualitas Indonesia lihatlah produk-produk ekspornya, belum tentu produk ekspor itu ada di pasar domestik. Yang ada di pasar domestik ya tentu saja grade di bawahnya. Sangat disayangkan masih sering ditemukan bahan berbahaya di produk domestik kita, bahkan pada produk bahan makanan segar. Padalah bahan makanan segar yang diproduksi di pasar domestiklah yang akan menjadi bahan baku berbagai macam makanan. Hasil pengolahannya bisa jadi didistribusikan ke sekolah-sekolah dimana anak kita berada atau di meja makan siang kita hari ini. Apakah kita masih ingat kasus penemuan bahan kimia pada jajanan anak-anak kita ?

Apa dampak bahan berbahaya yang terkandung dalam makanan bagi kesehatan ?

Menurut PP no 43 tahun 2013, Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia, dan biologi baik dalam bentuk tunggal maupun campuranyang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.

Banyak pihak berargumen bahwa meningkatnya kasus penyakit kanker di Indonesia dipicu salah satunya oleh kandungan bahan berbahaya pada makanan. Oleh karena itu program keamanan pangan sudah sangat mendesak dilakukan di negara kita.

Bahan kimia berbahaya yang paling banyak digunakan dalam makanan

Pewarna merah Rhodamni B, amaranth auramin, dan kuning methanil (Methanil yellow)

Pewarna di atas seharusnya digunakan sebagai bahan pewarna ekstil, penggunaan dalam makanan sangat berbahaya karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Dalam struktur senyawanya terdapat unsur Cl yang reaktif dan bersifat racun bagi ubuh. Cl memiliki sifat pengalkilasi sehingga bisa bereaksi dengan DNA dalam tubuh. Oleh karena itu, bahan pewarna tekstil bersifat karsinogenik. Pewarna makanan ini biasa digunakan pada kerupuk, kue dan makanan ringan.

Formalin

Formalin biasanya digunakan untuk membasmi berbagai macam bakteri, desinfektan, dan bahan pengawet sehingga dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian. Dalam bidang kedokteran formalin digunakan sebagai pengangkat kulit. Larutan formalin digunakan juga dalampembalseman dan mengawetkan bangkai.

Boraks

Dalam bahan industri boraks (Na2B4O7·10H2O) digunakan sebagai bahan soldier, bahan pembersih, pengawet, pengawet kayu, dan pengontrol kecoa. Boraks tidak aman dikonsumsi sebagai makanan dalam dosis yang berlebihan karena dapat menyebabkan demam, anuria (idak terbentuk urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan efek depresi, apatis, sianosis, kerusakan ginjal, pingsan hingga kematian.  Pada makanan biasanya digunakan sebagai pengeras pada lontong, ketupat, dan cenil. Pengawet digunakan pada kecap dan bakso.

Asam borat

Asam borat (H3BO3) digunakan sebagai antiseptik, dan insektisida. Berbentuk kristal tidak berwarna atau putih. Bila tertelan asam borat bisa mengakibatkan kematian, bila digunakan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi pada kulit dan mata.

Peran BPPOM dalam pengawasan obat dan makanan

Saya melihat peran BPPOM sudah sangat baik dalam melakukan tugasnya mengawasi peredaran obat dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini bisa dilihat dari rekomendasi yang dikeluarkan BPOM kepada pemerintah setiap tahunnya, tercatat sekitar 3.021 rekomendasi (2014) dan 4.145 rekomendasi (2015). Siapa yang mengeksekusi rekomendasi tersebut? Tentunya pemerintah daerah kota/kabupaten tempat ditemukannya kasus pelanggaran tersebut. Namun sayang eksekusi pemerintah dari ribuah kasus diatas baru sekitar 7-10%-nya saja. Sangat mengkhawatirkan.

Sebenarnya dengan semakin banyak orang yang tidak sehat maka akan jauh membebani negara, khususnya program BPJS. Melalui program BPJS negara menanggung seluruh biaya pengobatan warganya. Ini sangat membebani anggaran negara. Tentunya kita ingin masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang sehat. Tindakan penanggulangan penyakit yang kini dilakukan pemerintah melalui BPJS biarkan berjalan dengan baik, namun tindakan pencegahan terhadap penyakit juga penting untuk dilakukan. Andaikan tindakan pencegahan ini dilakukan maka kita akan berhemat begitu besar anggaran negara, sangat efisien. Sedia payung sebelum hujan, jangan biarkan masyarakat kita sakit baru diobati namun upayakan dari awal masyarakat kita sehat sehingga kita tidak perlu mengeluarkan anggaran kesehatan yang begitu banyak.

134461_620
BPOM melakukan uji sampel mie yang mengandung formalin. Sumber : antara

Pangan merupakan komoditas yang sangat penting karena berhubungan langsung dengan hak dasar hidup manusia, sehingga pemenuhan bahan pangan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting. Pemenuhan pangan bagi masyarakat bukan hanya dari segi kuantitas, namun kualitas pun harus diperhatikan dengan baik. Sudah saatnya setiap elemen bangsa berperan aktif dalam mejaga ketahanan, keamanan dan pertahanan pangan negara ini. Indonesia dianugerahi oleh Allah SWT dengan tanah yang subur dan beranekaragam plasma nutfah, sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi dengan baik. Pemerintah diharapkan mampu mengsekusi dengan tegas rekomendasi yang telah diberikan oleh BPPOM sehingga para pelaku kejahatan menerima hukuman yang setimpal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Dari ketahanan, keamanan, dan pertahanan pangan yang baik  maka akan tercipta kondisi masyarakat yang sehat. Bahkan dampak lebih jauh, akan menjamin terciptanya ketahanan nasional

Oksidasi-Reduksi pada Tanah

Ion Hidrogen dan elektron (e-) adalah dua variabel yang penting dalam aturan-aturan kimia.  Ketersediaan H+ dan e, sendiri maupun secara bersama, sering menentukan secara langsung, kelajuan dan produk akhir reaksi-reaksi organik maupun anorganik.

Semua elemen kimia dapat bertindak sebagai akseptor maupun donor elektron pada reaksi oksidasi-reduksi dalam kondisi yang sesuai.  Oksidasi adalah kehilangan elektron dari suatu zat, sementara reduksi adalah pengambilan elektron.  Peristiwa oksidasi-reduksi selalu terjadi secara bersamaan,  sebab suatu zat hanya dapat melakukan donasi elektron jika zat lain menerima elektronnya.  Kondisi dan sifat kimia tanah akan membatasi jumlah elemen yang terlibat pertukaran elektron secara alami.  Jumlah yang relatif  kecil dari elemen-elemen yang mengalami pertukaran elektron-elektron adalah sangat penting, didalamnya termasuk karbon, nitrogen dan sulfur yang terlibat dalam reaksi-reaksi.

Banyak reaksi-reaksi kimia tanah anorganik yang sebenarnya adalah reaksi-reaksi biologis yang melibatkan karbon, nitrogen dan sulfur dan semuanya tergolong reaksi oksidasi-reduksi.   Sebagian dari reaksi redok adalah transfer H+,  arti yang sebenarnya dari H+ versus e dalam reaksi kimia tanah sebagian besar adalah bergantung atas keahadiran atau adanya oksigen.  Oksigen sebagai akseptor elektron utama, yaitu sebagai agen pengoksidasi utama oleh karena itu dialam oksigen adalah sebagai penyangga elektron.  Ketersediaan elektron (e) adalah agak tetap pada kondisi aerobik tanah,  dimana kehadiran oksigen selanjutnya menjadikan e tidak begitu signifikan dibandingkan dengan pentingnya H+ (donor elektron).

Oksigen secara umum menyediakan untuk pertumbuhan akar tanaman, mikroba tanah, dan zat-zat anorganik dalam drainase tanah.  Oksigen berdifusi kebawah dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah.  Sampai tanah menjadi sangat basah,  laju oksigen biasanya cepat.  Air mengisi pori-pori kecil pertama, meninggalkan pori-pori yang lebih besar dan terbuka untuk transfer gas.  Jika pori-pori besar merata diseluruh permukaan tanah,  difusi oksigen hanya memerlukan jarak yang pendek melalui larutan tanah ke akar dan mikroorganisme.  Jarak ini sangat berpengaruh dan dianggap penting, meskipun difusi melalui fase gas 10.000 kali lebih cepat dibandingkan dengan fase cair.

Jika jalur difusi yang melalui besarnya larutan tanah sangat panjang, ini akan menyebabkan akar dan mikroba akan kekurangan suplai oksigen.  Bahkan lapisan tipis (thin film) pada air dapat menghalangi difusi oksigen,  terutama ketika mikroorganisme secara aktif mengkonsumsi oksigen.  Mikroba dan akar mengkonsumsi oksigen untuk metabolisme, atau memperoleh energi dari molekul organik dalam tanah dan pada akar.  Kondisi anaerobik, tidak tersedianya oksigen dalam bentuk bebas akan memperlambat tingkat metabolisme akar dan serapan ion.  Melemahkan akar terhadap pathogen tanah, dan meningkatkan konsentrasi ion,  mengurangi reduksi dalam tanah dalam larutan tanah.

Karbondioksida (CO2) terebentuk ketika oksigen menerima elektron dari tanaman dan mikroorganisme.  CO2 berdifusi dengan cara yang sama sepertihalnya oksigen menuju ke tempat reaksi.  Jika difusi lambat, konsentrasi CO2 dan H2CO3 akan meningkat, bersama dengan peningkatan keasaman organik tanah,  dan kisaran pH akan menjadi sempit.

Sebagian besar menganggap, bahwa ketidakhadiran oksigen akan menjadi tidak biasa, karena lingkungan manusia yang terbatas pada kondisi aerobik dan ketersediaan oksigen yang melimpah dilingkungan.  Manusia  membutuhkan oksigen sepertihalnya pada tanaman dan mereka selalu bergantung, kondisi aerobik   sebenarnya adalah kondisi yang kecil,  namun sekitar 70% dari permukaan bumi adalah air yang terttutup dan lingkungan yang relatif miskin oksigen.  Selain itu,  banyak dari permukaan tanah tergenang atau sangat basah pada musim-musin tertentu atau sepanjang tahun.  Banyak sub tanah telah membatasi drainase air dan konsentrasi oksigen yang rendah,  dan interior pori-pori agregat tanah dapat memiliki konsentrasi oksigen yang cukup rendah daripada di atmosfir.

Pertanian juga telah berpengaruh dalam perubahan kemampuan tanah untuk suplai oksigen.  Irigasi, budidaya, jenis tanaman,  populasi tanaman,  usia tanaman yang lebih pendek atau perubahan kadar air tanah.  Sebagai contoh adalah areal pertanian jagung di Midwest – Amerika Serikat,  yang melakukan (treatment) perlakuan dengan menghilangkan air yang terakumulasi selama musim pertumbuhan dan mengurangi ketersediaan oksigen. Tanaman yang dibudidayakan menjadi kurang padat, dan memiliki musim tumbuh yang yang lebih pendek dari tanaman pendamping (tanaman liar, rumput dan sebagainya).  Budidaya dalam bidang pertanian juga dapat menghancurkan pori-pori besar tanah dimana gas dan air cepat terbuang.

Oksidasi – Reduksi Tanah

Reaksi redoks dalam lingkungan tanah adalah hasil dari siklus yang dimulai dari fotosintesis.  Reaksi-reaksi dalam tanah melengkapi siklus tersebut, karena telah memanfaatkan energi yang disimpan oleh fotosintesis, membuang limbah organik, dan menghasilkan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tambahan.  Peristiwa oksidasi tanah  sering terjadi secara tidak langsung,  bagaimanapun, telah banyak menyebabkan bagian-bagian reaksi hingga siklus selesai.  Didalam peristiwa fotosintesis karbon (C) dalam CO2 menerima elektron, yang selanjutnya terjadi perubahan bilangan oksidasi dari C4+ ke C0 dalam karbohidrat ((CH2O)n) ;

CO2 + 4e + 4H+ –>  CH2O + H2O                                                      (10.1)

Setengan reaksi digambarkan pada oksidasi oksigen dalam air (H2O), dimana O2- menjadi O0 dalam O2.

2H2O  –>  O2 + 4e + 4H+                                                                (10.2)

Oksigen dalam hal ini sebagai donor elektron, dan karbon sebagai akseptor elektron.  Dalam fotosintesis (persamaan reaksi 10.1 dan 10.2) masing-masing menggambarkan hanya setengah reaksi, atau disebut setengah reaksi.  Meskipun dalam persamaan tersebut menyiratkan adanya elektron bebas, konsentrasi elektron bebas sebenarnya makin kecil.  Persamaan setengah reaksi sebenarnya menyiratkan bahwa donor elektron tidak ditentukan oleh akseptor yang ada.  Keseluruhan reaksi fotosintesi digambarkan sebagai berikut ;

CO2 + H2O –>  CH2O +O2                                                                 (10.3)

Setengah reaksi lainnya dari siklus karbon adalah reaksi oksidasi karbohidrat (respirasi) dan banyak senyawa-senyawa organik disintesis dari peristiwa respirasi.  Oksidasi melepaskan energi dalam senyawa, oksidasi adalah peristiwa pembakaran, yang merupakan bagian penting juga yang terjadi pada hewan yang hidup pada tanaman.  Sisa tanaman dan residu hewan jatuh ke tanah yang selanjutnya dioksidasi oleh mikroorganisme tanah.  Setengah reaksi oksidasi karbohidrat ditunjukkan oleh reaksi berikut ini ;

CH2O  +  H2O  –>  CO2  + 4e + 4H+                                                  (10.4)

Dalam kegiatannya untuk memperoleh energi ini dan melaksanakan setengah reaksi,  organisme harus menemukan akseptor elektron untuk untuk mengambil elektron,  jika oksigen hadir maka setengah reaksi dari penerimaan elektron ini adalah ;

O2  +  4e + 4H+ –> 2H2O                                                                (10.5)

Peristiwa oksidasi yang ditunjukkan pada persamaan (10.4) sebenarnya dilakukan melalui langkah-langkah krebs atau siklus asam sitrat,  sedangkan persamaan (10.5) adalah penyederhanaan dari proses yang sesungguhnya.

Tumbuhan tingkat tinggi dan hewan hanya dapat menggunakan oksigen (O2) sebagai akseptor elektron,  tetapi mikroba tanah juga dapat memanfaatkan keadaan teroksidasi nitrogen, belerang, besi, mangan, dan elemen lainnya.  Jumlah akseptor elektron dalam beberapa kondisi menjadikan peristiwa oksidasi adalah reaksi yang rumit dalam kimia tanah maupun dalam biokimia.

Reaksi rodoks yang melibatkan karbon, nitrogen, dan belerang ditentukan terutama oleh ketersediaan elektron dan biasanya dikatalisis oleh enzim.  Katalis diperlukan karena kebanyakan terjadi pertukaran elektron unsur.  Enzim menurunkan energi aktivasi transfer elektron dan meningkatkan laju reaksi.  Ini merupakan yang dihindari untuk mencapai keseimbangan, atau sebaliknya dalam menciptakan metastabilitas senyawa karbon.

Donor  Eleketron

Sebagian besar dari donor-donor elektron didalam tanah adalah material tanaman SOM (soil organic matter).   Tabel 10.1  menunjukkan perkiraan karbon, hydrogen, dan oksigen yang terkandung dalam dua komponen besar pada tanaman, yaitu lignin dan sellulosa, yang menunjukkan tipikal bahan organik (SOM).  Pada tabel tersebut, diabaikan besarnya kandungan untuk nitrogen, sulfur, dan dan elemen-eleman lainnya.  Anggapan bahwa material tanaman mengandung  1/3 lignin dan 2/3 selulosa,  rumus empiris material tanaman adalah sekitar C1.7H2.2O.  lebih lanjut, bahwa semua asumsi karbon dalam bahan ini mengoksidasi C4+ (bilangan oksidasi karbon dalam CO2).  Persamaan setengah reaksinya adalah ;

C1.7H2.2O  –> 1.7C4+ + H2O + 0.2H++7e                                            (10.6)

Tabel  10.1

Perkiraan kandungan unsur C, H dan O pada lignin, selulosa dan tanah bahan organik  (SOM).

  C (%) H (%) O (%) Rumus Empiris
Lignin 61-64 5-6 30 C2.8H2.9O
Selulosa 44.5 6.2 49.3 C1.2H2O
Bahan Organik Tanah (SOM) 58 5 36 C2.2H2.2O

Rumus empiris bahan organik tanah (SOM) pada tabel 10.1, menunjukkan adanya kandungan yang melimpah untuk karbon pada material tanaman.  Grup karbon yang terbentuk pada tanah bahan organik (SOM) (gambar 5.5) cenderung lebih aromatik, dan kurang kaya akan kandungan oksigen dari material tanaman.  Perkiraan setengah reaksi oksidasi pada tanah bahan organik (SOM) :

C2.2H2.2O  –>  2.2C4+ + H2O + 0.2H++9e                               (10.7)

Persamaan reaksi lengkap untuk oksidasi bahan organik tanah dari persamaan (10.6) dan (10.7) adalah ;

CH2O +  O2  –> CO2 + H2O + Energi                                       (10.8)

Energi yang dilepaskan adalah energi fotosintesis dari molekul karbohidrat.  Donor elektron lainnya dalam tanah disamping karbon-organik, termasuk juga nitrogen dan sulfur/belerang dalam asam amino (-NH3) dan grup sulfihydril (-SH),  serta ion ammonium dalam bahan organik.  Mikroorganisme tanah membuat donor elektron lain ketika tanah mengalami kekurangan oksigen.

Akseptor  Elektron

Peran tanah dalam reaksi oksidasi-reduksi adalah untuk menyediakan akseptor elektron untuk oksidasi senyawa organik.  Oksigen adalah akseptor elektron terkuat dialam sehingga menghasilkan energi yang besar dalam peristiwa oksidasi.  Oksigen juga merupakan akseptor elektron yang dimanfaatkan oleh akar tanaman.  Ketika oksigen tersedia (kondisi aerobik), ia menerima elektron seperti diperlihatkan pada persamaan  10.5.

Permintaan oksigen yang tinggi biasanya disebabkan oleh adanya senyawa organik yang mudah terdekomposisi dan kondisi pertumbuhan yang mendukung aktivitas mikroba.  Karena jumlah yang besar dari mereka dan aktivitas yang cukup,  mikroorganisme tanah biasanya mendapatkan perubahan pertama pada oksigen yang tersedia di tanah.  Ketika permintaan oksigen tinggi, relatif terhadap suplai oksigen hal ini bisa terjadi karena digunakan untuk dekomposisi sampah-sampah organik.  Karena difusi oksigen relatif lambat, fermentasi terjadi dan menghasilkan gas CO2, CH4, H2 serta bau busuk dari asam-asam organik volatile dan aldehida.  Kelarutan oksigen dalam air rendah (sekitar 10 mg L-1 pada 25oC).

Kebutuhan oksigen tanah dapat menguras oksigen yang terlarut dalam tanah yang tergenang air dalam waktu kurang dari 24 jam.  Jika oksigen tidak tersedia,  mikroorganisme tanah dapat menggunakan akseptor elektron lainnya.  Akseptor elektron sekunder pada tanah ditunjukkan oleh setengah reaksi berikut ini :

FeOOH + e + 3H+ –> Fe2+ + 2H2O                                                   (10.9)

2MnO1.75 + 3e + 7H+ –> 2Mn2+ +3.5H2O                                          (10.1)

Dimana MnO1.75 menandakan adanya kompleks oksida Mn(III-IV) dalam tanah.

SO42- + 8e + 8H+ –>S2-+4H2O                                                       (10.11)

NO3 + 5e + 6H+ –> ½ N2 +3H2O                                                    (10.12)

NO3 + 2e + 2H+ –> NO2+H2O                                                       (10.13)

N2O + 2e- + 2H+ –> N2 +H2O                                                          (10.14)

H+ + e –> ½H2                                                                            (10.15)

Selain dihasilkan energi yang kurang, akseptor elektron sekunder juga menghasilkan produk yang tidak menguntungkan untuk pertanian dan akuakultur.  Sering dinyatakan lebih beracun dari oksidasi yang stabil dengan adanya oksigen.  Sebagai contoh, ammonia dan nitrit lebih beracun daripada nitrat,  dan H2S adalah lebih beracun daripada sulfat.  Reduksi dari Fe(III) dan Mn(III-IV) dapat menyebabkan phytotoxic  Fe2+ dan konsentrasi Mn2+ yang terdapat dalam tanaman padi.  Reduksi dari NO3 ke gas N2 dan N2O adalah kondisi pertanian yang tidak diinginkan.  Karena  tanah akan kehilangan nitrogen.  Jika oksigen dan akseptor elektron sekunder tidak hadir,  mikroorganisme dalam tanah dan system lain masih dapat mengekstrak energi beberapa senyawa organik secara fermentasi. Fermentasi dari sudut pandang energi adalah penataan ulang molekul organik menjadi senyawa yang lebih stabil sehingga sebagian dari energi ikatan mereka dilepaskan.  Fermentasi karbohidrat menjadi etanol atau metana dan CO2, dan bahan tanaman untuk gambut,  melepaskan CO2 sekitar 10% dari energi.  Maka produk fermentasi (masing-masing etanol, metana, dan gambut)  mempertahankan sekitar 90% dari energi bahan asli.

Fermentasi dan reduksi akseptor elektron sekunder hanya expediencies sementara.  Produk yang dihasilkan tidak stabil dengan adanya oksigen dan akhirnya mengoksidasi lebih lanjut saat lebih banyak oksigen tersedia.  Bahan organik tanah adalah contoh akumulasi manfaat dari produk yang tidak stabil dari oksidasi lengkap atau fermentasi. Kandungan bahan organik tanah mencerminkan perbedaan antara tingkat penambahan bahan organik dan oksidasi.  Laju oksidasi diatur oleh suhu dan laju pasokan oksigen. (mahbub alwathoni, 2011 ; Henrich L. Bohn et al, 1985)