Ubi Kayu Di Indonesia
Pada tulisan saya sebelumnya kita mulai mengenal perkembangan ubi kayu di negeri asalnya Brazil, sekarang bagaimana dengan perkembangan ubi kayu di Indonesia?

Seperti kita ketahui bersama bahwa ubi kayu datang ke Indonesia sekitar akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Ubi kayu merupakan tanaman baru di Asia, diperkenalkan dari Amerika oleh penjelajah Spanyol dan Portugis. Penguasa kolonial memperkenalkan tanaman ubi kayu untuk pertama kali sebagai tanaman cadangan makanan untuk kelaparan, dan kemudian sebagai sumber pati untuk ekspor. Untuk wilayah Asia khususnya Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan luas lahan budidaya ubi kayu terbesar dengan luas wilayah hingga lebih dari 1 juta hektar. Luasnya lahan budidaya ternyata tidak diiringi dengan besarnya produktivitas. Produktivitas ubi kayu yang ditanam di Indonesia menempati peringkat ke dua setelah Thailand yakni sebesar 14.93 ton/ha. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh peneliti Indonesia untuk membuat kultivar tanaman ubi kayu yang memiliki produktivitas tinggi.
Terdapat 5 daerah utama penghasil ubi kayu di Indonesia diantaranya Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakartaen dengan produktivitas berkisar antara 11.9 – 19.4 ton/ha. Tercatat berbagai macam makanan tradisional berbahan baku ubi kayu tetap eksis hingga saat ini seperti getuk, perkedel, lapis, bakwan, lemet, keripik, dan sebagainya. Jangankan diolah menjadi bahan makanan yang lebih modern yang biasa kita temui saat ini : misalnya brownis, ubi kayu rebus yang dihidangkan dengan segelas teh manis pun akan sangat digemari oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Bagian ubi kayu yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah bagian umbi dan daun. Daun singkong biasa digunakan pada sayur atau lalapan sedangkan bagian umbi merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan mulai dari makanan tradisional hingga pakan ternak. bahkan umbi pada ubi kayu yang awalnya digunakan hanya sebagai produk konsumsi biasa atau makanan tradisional, telah mengalami banyak sekali perubahan. Kini ubi kayu telah memasuki pasar diversifikasi produk. Perkembangan ini menunjukan bahwa ubi kayu memberikan peran berkembangnya pembangunan secara daerah. Umbi yang diubah menjadi berbagai produk makanan langsung atau olahan, pati dan tepung untuk makanan dan industri, dan pakan ternak.

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling penting, ketiga terpenting setelah beras, dan jagung. Bahkan di tahun 2014 ubi kayu memberikan kontribusi sebesar 6.1 juta rupiah terhadap GDP Indonesia. Walaupun beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia sebagaimana tradisi masa lalu, namun bila suatu daerah yang tidak memungkinkan ditanamnya padi di suatu daerah seperti tanah yang marjinal dan curah hujan tidak menentu, ubi kayu memiliki keunggulan untuk beradaptasi dengan baik.
Peran ubi kayu dalam ketahanan pangan telah menurun pasca-Revolusi Hijau di Asia, yang dipengaruhi oleh aspek politik, perang, kekurangan makanan, atau gangguan lain yang menyebabkan menurunnya pasokan makanan.
Hal yang menarik adalah hanya Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi – sekitar 50 kg per kapita per tahun, dalam bentuk berbagai macam produk makanan yang berbeda. Ubi kayu bahkan berkembang pesat setelah digunakan pada pakan ternak.

Manfaat tanaman ubi kayu sangat dirasakan negara berkembang khususnya Indonesia, diantara manfaatnya adalah pertama, menunjang program ketahanan pangan. Seperti apa yang saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, kemudahan menanam ubi kayu walaupun dilahan yang tingkat kesuburannya kurang memberikan akses pangan bagi manyarakat menengah ke bawah. Kebutuhan karbohidrat yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh beras dapat disubtitusi oleh ubi kayu. Apalagi ubi kayu di Indonesia merupakan bagian dari budaya sehingga bernilai bukan hanya dari segi pemenuhan kebutuhan melainkan bernilai seni dan estetika.
Kedua, memberikan manfaat ekonomi. Hingga saat ini ubi kayu hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan mereka dari kemiskinan dan ketertinggalan ekonomi. Secara langsung maupun tidak, ubi kayu memberikan manfaat terhadap penduduk miskin di pedesaan, serta berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang lebih luas. Selain mengurangi kemiskinan, ada peran penting yang dimiliki ubi kayu yaitu berfungsi sebagai katalis dalam pembangunan.
Secara ekonomi ubi kayu dapat menjadi peluang bila dilihat dari kecenderungan pasar saat ini seperti gaya hidup diet tanpa beras yang mempercepat keberhasilan produk makanan baru berbahan dasar ubi kayu di pasar, tingginya permintaan industri pati dan pakan ternak; dan peluang untuk ekspor pelet dan pati. Manfaat ubi kayu ini bukan hanya berpengaruh kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, hingga menyentuh sistem ekonomi yang lebih besar.
Ketiga manfaat lingkungan, hal ini berkaitan dengan kemampuan sebagian besar tanaman ubi kayu yang dapat tumbuh pada ekosistem yang rapuh atau tanah marjinal. Walaupun ada persepsi yang kurang baik, dimana konon katanya tanaman ubi kayu dapat menurunkan kesuburan tanah, hal itu terjadi karena kita tidak melakukan pemupukan secara intensif pada lahan yang sedang digunakan. Meskipun demikian, tanaman ubi kayu digunakan untuk mengelola erosi yakni penanaman ubi kayu di lereng dilakukan beberapa bulan pertama sebelum kanopi menutup. Pembuangan produk limbah dari pengolahan ubi kayu seperti kulit daun dan batang biasanya digunakan untuk bahan pupuk organik.
Nantikan tulisan selanjutnya : ubi kayu di tanah Pasundan 🙂