POTENSI MINYAK NILAM (Pogestemon Sp.)

Minyak asitri (essential oil) atau dikenal oleh masyarakat sebagai minyak terbang merupakan minyak yang dihasilkan oleh tumbuhan tertentu. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Miyak tersebut pada umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu : membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman, antara lain yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labrate, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber dari setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, dan akar.

Nilam merupakan tumbuhan  semak yang bisa mencapai ketinggian satu meter. Tumbuhan ini menyukai suasana teduh, hangat, dan lembab. Mudah layu jika terkena sinar matahari langsung atau kekurangan air. Bunganya menyebarkan bau wangi yang kuat. Bijinya kecil. Perbanyakan biasanya dilakukan secara vegetatif. Ada tiga spesies yang dikenal di Indonesia yaitu Pogostemon cablin, Pogostemon heyneanus dan Pogostemon hortensis. Minyak nilam diperoleh melalui penyulingan daunnya.

Tumbuhan ini sebenarnya telah berkembang di Indonesia khususnya Aceh pada awal abad ke XX. Walaupun pada saat itu daun nilam belum dapat diolah sendiri namun telah menjadi salah satu komoditi perdagangan yang cukup menarik. Barulah pada tahun 1920 pengolahan minyak nilam dilakukan sendiri. Sekarang pengolahan minyak nilam sudah berkembang pesat mulai dari kecamatan Ketahun Bengkulu Utara hingga daerah Rempoah, Baturaden (Purwekerto).

Di Bengkulu utara satu hektar kebun nilam mampu menghasilkan 100-150 kilogram dan dari setiap 20 kilogram batang nilam dapat dihasilkan 0,5-0,6 liter minyak nilam. Jika harga minyak nilam per liter bias mencapai Rp. 270.000,00. Jika dalam satu hektar kita berhasil memanen 150 kilogram , maka keuntungan yang diperoleh bisa  mencapai 4,5 liter atau Rp. 1.215.000.

Tujuan utama ekspor minyak nilam Indonesia yang mencapai 450 ton per tahun dengan Negara tujuan Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, dan Inggris digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan minyak wangi, sebagai pengikat bau atau fikative parfum, kosmetik. Komponen utama minyak nilam diperoleh dengan cara penyulingan daun nilam yang berupa pachoully alcohol 45-50%, sebagai penciri utama. Bahan industri kimia penting lainnya meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinamic aldehyde.

Manfaat lain dari minyak nilam adalah sebagai bahan obat-obatan seperti antiseptik, anti jamur, anti jerawat, obat eksim, kulit pecah-pecah, ketombe, mengurangi peradangan, membantu mengurangi peradangan bahkan dapat membantu mengurangi kegelisahan dan depresi atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur) dan bersifat afrodisiak meningkatkan gairah seksual. Tak hanya minyak, di India daun nilam kering digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Secara tradisional air rebusan minyak nilam juga dapat digunakan untuk mengobati asma, batuk dan demam.

CHEMICAL PROPERTIES OF MANY BAMBOOS IN FOUR VASCULAR BUNDLES TYPE

CHEMICAL PROPERTIES OF MANY BAMBOOS IN FOUR  VASCULAR BUNDLES  TYPE

Adi Setiadi 1), Kurnia Sofyan 2)

1) Alumni Teknologi Hasil Hutan Fahutan IPB

2)Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB

ABSTRACT

Bamboos have been important in Asian culture for thousand years. People growth in Indonesia is very large and make effect increase wood requirement for property, household furnishing and industries. Bamboos have potential roles for substitute wood function. Bamboo is a kind of non wood forest product besides rattan, Dipterocarpaceae nuts, resin and extractive. In traditional bamboo have function as building material in tropical and subtropical region. Every bamboo have unique anatomical component. Vascular bundles are one kind of anatomical component in bamboos that determine bamboos properties.  Bamboo consists of different vascular bundles type so they have different properties with each other.

This study was conducted on four species in different vascular bundles type (Arundinaria japonica, Cephalostachyum pergricale, Dendrocalamus strictus, and Dendrocalamus giganteus) and three positions of the stem (base, middle and top). Objective of the study was to measure chemical component of four species of bamboos which represent of four vascular bundle types. The analysis was conducted according to TAPPI Standard Volume 1 and unbalanced nested design was applied in the study with two replications. Average values and graphs were use to analyze the result.

Many species in four vascular bundles have been different of chemistry properties. Chemistry component content in four vascular bundles type that was holocellulose, cellulose, alpha cellulose, lignin, extractive, and ash content haven’t trend distinctly. Chemistry component distribution have different trend in base, middle and top of bamboos culms. The average of chemistry content of nonstructural component in four vascular bundle type indicated that bamboos wood contain of extractive that soluble in cold water of 7.46%, hot water of 12.37%, ethanol benzene (1:2) of 7.82%, soluble in NaOH 1% of 27.73% and ash content of 4.07%.  The average of chemistry content of structural component indicated that holocellulose of 72.31%, cellulose of 54.69%, alpha cellulose of 49.79% and lignin of 24.14%.

Many bamboos in different vascular bundles have chemical properties differently. Chemical component of bamboo content such as holocellulose cellulose, alpha cellulose, lignin and extractive content haven’t clearly trend. The distribution of chemical component from base, middle and top has different trend every species. So the chemistry properties of these bamboos can’t use for make identification many bamboos that have many differences of chemistry properties.

Keywords: bamboo, cellulose, holocellulose, extractive, lignin.

KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOENERGI

Kayu merupakan biomass yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini kayu tidak hanya digunakan untuk membuat perabot rumah tangga ataupun furniture namun penggunaanya telah lebih jauh menyangkut sifat kimia kayu sebagai sumber energi terbaharukan (renewable resources) sebagai biomass berlignoselulosa. Bahan berlignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif, dan abu. Terkadang disebutkan holoselulosa yaitu komponen karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.

Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh derajat polimerisasinya (DP). DP selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 – 27000 unit. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.

Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.

Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Ligninlah yang menyebabkan pohon berdiri dengan tegak. Lignin menyebabkan kayu menjadi kaku. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi khususnya untuk pembakaran.

Glukosa

Glukosa (C6H12O6) adalah gula sederhana (monosakarida). Glukosa adalah salah satu produk utama fotosistesis, energi awal bagi respirasi dan merupakan komponen structural pada tanaman.  Glukosa merupakan gula C-6 yang memiliki beberapa bentuk, tetapi ummnya digambarkan sebagai cincin karon seperti gambar di bawah ini.

Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut cincin   piranosa. Bentuk yang paling stabil adalah aldosa berkarbon 6. Pada cincin ini setiap karbon terikat dengan gugus samping hidroksil dan hydrogen kecuali pada atom ke-5 yang terikat pada atom ke 6 di luar cincin membentuk suatu gugus CH2OH.

Etanol

Etanol disebut juga etil alkoho, alcohol murni, alcohol absolute atau alcohol saja.adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna, dan merupakan alcohol yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol termasuk ke dalam alcohol rantai tunggal  dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol dapat diproduksi melalui fermentasi glukosa. Umumnya biokonversi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan memanfaatkan yeast. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut:

C6H12O6 -> 2CO2 +2C2H5OH + Panas

PEMBUATAN BRIKET ARANG

Briket arang merupakan bahan bakar padat alternatif atau pengganti bahan bakar minyak. Teknologi pembuatan briket arang sangat sederhana. Pada dasarnya briket arang adalah arang yang telah diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya menjadi produk yang lebih praktis sebagai bahan bakar. Terdapat  tahapan dalam pembuatan briket yaitu persiapan bahan baku, pengarangan, penggilingan, penyaringan, pencampuran dengan bahan perekat, pengempaan dan pengeringan.

a. Persiapan Bahan Baku

Berbagai jenis bahan yang berlignoselulosa bisa digunakan untuk membuat briket arang seperti limbah pertanian dan kehutanan. Contohnya adalah serbuk gergaji, tempurung kelapa, daun, ranting, ampas tebu, sekam padi, dan lain-lain. Bahan baku yang digunakan sebaiknya dalam bentuk seragam sehingga memudahkan dalam pencampuran dengan perekat dan proses pengempaan . Selain itu kadar air bahan baku harus diperhatikan karena dengan tingginya kadar air akan menyebabkan bahan baku lama terbakar dan mengeluarkan banyak asap. Kadar air bahan baku sebaiknya kurang dari 15ºC.

b. Pengarangan/karbonisasi

Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan oksigen. Pada umumnya suhu yang digunakan sekitar 500-800ºC. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk tersebut tidak berbau dan berasap. Pengarangan dilakukan dengan kiln/tunggu pembakaran. Kiln dapat dibuat dari drum yang dibuka bagian atasnya dan diberikan penutup (Gambar 1).

Gambar 1. Kiln Arang (www.iptek.net)

Bahan disusun dengan menempatkan bambu di tengah. Setelah bahan baku masuk ke dalam kiln bambu ditarik. Ruang bekas bambu tersebut digunakan untuk melakukan pembakaran awal dengan menempatkan kayu umpan yang telah dibakar. Setelah bahan terbakar sebagian kiln ditutup termasuk ketiga lubang yang berada di samping. Lamanya proses pengarangan akan berbeda tergantung pada jenis dan banyaknya bahan yang digunakan. Apabila menggunakan bahan baku yang berbeda pengarangan sebaiknya dilakukan terhadap tiap-tiap bahan baku secara terpisah karena tiap-tiap bahan baku memiliki waktu pengrangan optimal yang berbeda-beda. Pengarangan dianggap selesai apabila asap yang keluar dari cerobong menipis.

c. Penggilingan dan Penyaringan

Penggilingan diperlukan untuk menghancurkan bahan–bahan berukuran besar seperti batang, ranting, tempurung kelapa sedangkan untuk serbuk kayu tidak perlu dilakukan penggilingan. Penggilingan bisa dilakukan dengan ditumbuk dengan tangan atau menggunakan mesin penggilingan. Setelah itu dilakukan penyaringan yang berfungsi untuk menyeragamkan bahan. Permukaan yang seragam akan memudahkan arang untuk menempel dan berikatan satu sama lainnya. Ukuran saringan yang dianjurkan adalah lebih dari 20 mesh dan kurang dari 80 mesh.

d. Pencampuran dengan bahan perekat

Bahan perekat yang biasa digunakan adalah tepung tapioka. Sebenarnya dapat pula menggunakan bahan-bahan yang lain seperti tanah liat, semen, natrium silikat, tar, aspal, amilum, molase, dan parafin. Perbandingan antara bahan perekat tapioka dengan air adalah 1 : 12 atau 1 : 10. Persentase arang dengan perekat berbeda antara satu bahan dengan bahan yang lainnya bergantung dari jenis dan  ukuran bahan baku.

e. Pengempaan

Pengempaan dilakukan untuk  membantu proses pengikatan dan pengisian ruang-ruang  yang kosong. Ukuran partikel yang kurang seragam akan menyebabkan ikatan antar partikel serbuk arang kurang sempurna. Keteguhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kerapatan briket arang yang dihasilkan. Pengempaan bisa dilakukan baik dengan alat sederhana seperti alat pencetak dari paralon maupun kempa dengan sistem hidrolik.

f. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur briket arang selama sehari atau dioven pada suhu 40-60ºC. Setelah pengeringan briket arang siap untuk dikemas dan digunakan. Pengemasan diperlukan untuk menjaga agar beriket tetap kering dan terhindar dari jamur.

Briket arang dapat digunakan dengan menggunakan tungku atau kompor briket yang kini telah dijual bebas di pasaran. Briket arang yang berkualitas baik memiliki kadar air yang rendah, abu rendah, zat terbang rendah dan nilai kalor yang tinggi.

* dari berbagai sumber