Alkisah di sebuah acara pertemuan alumni sebuah sekolah menengah atas, hadirlah orang-orang yang dulunya pernah sekolah dalam satu angkatan dan sekolah yang sama. Bebagai macam profesi yang disandang oleh peserta kegiatan tersebut. Ada yang jadi guru, dosen, pegawai di kemeterian, karyawan bank, petani, pedagang, dan lain-lain.
Sama seperti acara alumni lainnya, pembicaraan mereka berkisar antara keluarga dan karir kalau saya rangkum mungkin pertanyaanya berkisar bagaimana keluarga (istri, suami dan anak-anak) dan sedang sibuk apa atau bekerja di mana. Yang memiliki keluarga lengkap dan kehidupannya harmonis pasti akan senang sekali dengan pertanyaan tersebut. Bisa jadi jawaban dari pertanyaan tersebut akan lebih panjang dua atau tiga kali lipat dari pertanyaan yang diajukan. Berbeda dengan apabila orang tersebut belum berkeluarga atau keluarganya yang tidak harmonis jawabannya tentu singkat, padat bahkan cenderung berusaha mengalihkan pembicaraan ke tema pembicaraan yang berbeda.
Pertanyaan kedua pun memiliki jawaban yang intinya hampir sama. Ketika yang kita tanya adalah seorang pegawai biasa yang posisinya dibawah kita tentu jawabannya singkat, padat dan biasanya balik bertanya. Akan sangat berbeda apabila lawan bicara kita memeiliki kedekatan pribadi sebelumnya maka bersiap-siaplah untuk mendengarkan curhat (mencurahkan isi hati) tekait dengan apa yang dia alami. Bisa jadi dia akan menceritakan pekerjaannya yang berat dan tidak sesuai dengan honor yang diberikan, atau memiliki atasan yang galak dan sebagainya. Nah, apabila yang kita ajak ngobrol adalah orang yang posisinya berada di atas kita tentunya ia akan sangat senang apabila ditanya tentang pekerjaan atau aktivitasnya selama ini. Dari a hingga z ia akan menjelaskan apa yang ia lakukan dan seberapa banyak aset yang dia miliki hingga sang pendengar akan terangguk-angguk dan terkagum-kagum kepadanya.
Itulah karakteristik acara reuni/alumni. Mereka berjalan di start yang sama dulu sewaktu SMA dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda selama menjadi siswa. Ada yang kebetulan menjadi siswa yang pintar senang ikut olimpiade, ada yang senang berorganisasi dan atau aktif di kegiatan kerohanian. Ada pula siswa yang kurang kemampuan akademiknya, tidak senang terhadap kegiatan-kegiatan apapun di sekolahnya, bahkan sering pulang sebelum jam pelajaran berakhir. Kombinasi sifat siswa tersebut menyebar secara normal pada polpulasi satu angkatan tersebut. Namun nasib siapa yang menduga, kemungkinan pertama saat menjadi siswa SMA ia berprestasi kemudian menjadi seorang yang berhasil dalam karir dan jabatannya, atau mungkin sebaiknya menjadi pegawai biasa saja. Kemungkinan lain siswa yang secara akademik kurang bersinar saat sekolah namun berkat kejujuran dan keuletannya berhasil memimpin sebuah perusahaan yang dia rintis dari bawah dan kini menjadi perusahaan yang besar atau sebaliknya kemalasan dan kekurangannya tetap ia pertahankan hingga akhirnya terpuruk. Setiap orang akan menjalani apa yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Kita kembali pada acara reuni tadi. Panitia penyelenggara menyediakan teh manis sebagai minuman pembuka, namun karena kekurangan gelas panitia meminjam ke warung nasi samping sekolah. Akhirnya gelas yang digunakan oleh peserta reuni berbeda-beda. Gelas yang disiapkan oleh panitia adalah gelas khusus bentuk dan tampilannya pun menarik, berbeda dengan gelas pinjaman yang memiliki bentuk dan tampilan yang biasa. Akhirnya segelas teh manis dibagikan kepada peserta secara random/acak. Saat peserta reuni meminum teh manis dari gelas mereka masing-masing, nampak ekspresi kenikmatan terpancar dari wajah peserta yang memperoleh gelas yang bagus. Berbeda dengan peserta yang memperoleh teh manis dengan gelas yang biasa saja, mereka memandangi gelas mereka dan membandingkannya dengan gelas peserta lain. Tampak muka biasa saja bahkan ada yang nampak wajah masam saat meminum teh manis tersebut.
Rekan-rekan, apakah mereka meminum air teh manis yang sama? Jawabannya adalah iya! Yang berbeda hanya gelasnya. Gara-gara gelas yang kurang bagus dibanding dengan yang lainnya teh manis hangat yang begitu enak gagal mereka nikmati. Mereka terlanjur kecewa dengan wadah yang digunakan untuk meminum teh.
Begitu pun dengan kita, terkadang kita merasa kecewa dengan apa yang telah kita capai saat ini dibandingkan dengan capaian teman kita, terutama dari segi materi. Terkadang kita merasa silau dengan pangkat dan jabatan orang lain yang lebih tinggi, kita merasa minder dengan pekerjaan yang sekarang sedang diamanahkan. Kita tiba-tiba tak ingat dengan penghasilan yang cukup dengan waktu yang lebih banyak bersama keluarga. Kita kadang juga kurang bahagia bila melihat teman kita yang rumahnya lebih bagus dan besar dibandingkan dengan rumah kita yang biasa saja. Kita lupa fungsi rumah sebenarnya, kita pun mendadak jadi lupa dengan apa yang kita miliki di rumah kita yaitu keharmonisan antar keluarga. Rumput tetangga akan selalu lebih hijau.
Apapun dan siapapun anda sekarang, bersyukurlah. Manisnya hidup kita yang tentukan.!
ah betul sekali Pak, kita sendiri yang menentukan manisnya hidup dan mau memutuskan bahagia atau tidak. ๐
Etapi saya suka males datang ke acara reuni besar bareng-bareng tememn sih. Mending ketemu beberapa yang deket aja. ๐
LikeLike
iya selamat menikmati manisnya hidup, dari tahun ke tahun acara reuni peminatnya terus berkurang..
LikeLike
jika kita tidak menentukan manisnya hidup, bisa jadi yang terasa adalah kekesusahan terus. semoga kita bisa menjadi hamba yang bersyukur
LikeLike
iya mas…amiin ๐
LikeLike