Pemuliaan Tanaman : Studi Kasus Budidaya Ubi Kayu di Tanah Pasundan (3)

Pada tulisan saya sbelumnya dijelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi ubi kayu yang cukup tinggi, dan Jawa Barat sebagai salah satu produsen ubi kayu patut menjadi perhatian. Bagaimana Jawa Barat memasok ubi kayu dan mengolahnya merupakan sesuatu hal yang sangat menarik. Pada bulan November tahun 2016 yang lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke empat kota di Jawa Barat, yakni Bandung, Kuningan-Majalengka, dan Sukabumi. Di empat kota tersebut saya telah menemukan banyak hal yang berkaitan dengan budidaya ubi kayu dan pemanfaatannya oleh masyarakat.

Kabupaten Kuningan-Majalengka

Kuningan-Majalengka merupakan dua kota yang berbatasan secara langsung, terletak di paling timur Jawa Barat berbatasan dengan Jawa Tengah. Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang dibudidayakan secara besar-besaran baik di Kabupaten Kuningan maupun Majalengka. Petani lebih suka menanam tanaman padi. Penanaman ubi kayu dilakukan apabila air yang tersedia tidak mencukupi untuk menanam padi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik petani mengggunakan sistem tumpang sari dengan penggunaaan varietas lokal yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti ubi kayu manihot atau rende. Varietas ubi kayu manihot dikenal memiliki rasa umbi yang lebih enak dan cepat matang ketika dimasak, sedangkan varietas rende memiliki rasa yang pahit, biasanya digunakan sebagai bahan baku aci.

cimg7858
Tumpang sari tanaman ubi kayu dengan jagung

Beberapa petani mengembangkan ubi kayu kasesat yakni ubi kayu varietas manggu yang diokulasi dengan menggunakan ubi kayu karet. Tujuan penggunaan teknik okulasi ini adalah untuk meningkatkan jumlah dan ukuran  umbi dari ubi kayu yang dipanen. Ubi kayu karet yang memiliki ukuran yang panjang dan  lebar diharapkan mampu melakukan fotosintesis secara optimal sehingga fotosintat yang disimpan di dalam umbi pun akan semakin meningkat.

cimg7885
Tanaman ubi kayu kasesat hasil okulasi ubi kayu gading dengan karet

Bagaimana pemanfaatan ubi kayu di Kuningan dan Majalengka? Masyarakat sekitar mengolah ubi kayu menjadi produk konsumsi seperti keripik. Pengolahan keripik gemblong di Kuningan terdapat di dua daerah yaitu Desa Nusaherang dan Citangtu. Di kedua desa tersebut pembuatan keripik dilakukan di rumah-rumah warga dengan pekerja yang berasal dari sekitar desa tersebut. Keripik gemblong dibuat dari tepung ubi kayu yang campurkan dengan bumbu, diberikan sejumlah air kemudian dicetak dan digoreng. Ubi kayu yang digunakan tidak dibatasi pada varietas tertentu, inilah yang menyebabkan industri ini bertahan hingga saat ini karena tidak pernah kesulitan dengan bahan baku.

cimg7812
Keripik Gemblong asal Kuningan Jawa Barat

Industri keripik ubi kayu skala besar ditemukan di Kampung Rawa Cikijing Kabupaten Majalengka. Beberapa rumah hingga saat ini masih memproduksi kripik ubi kayu untuk dikirim ke daerah Jakarta, Bogor, Bandung, Tanggerang dan Bekasi. Produksi keripik ubi kayu dibagi menjadi 3 bagian, pertama bagian pengupasan dan pencucian umbi. Konsumen memesan keripik ubi kayu dalam 3 variasi rasa, yaitu asin original, keju, dan balado. Pada bagian pengemasan, beberapa konsumen menyiapkan bungkus yang telah diberikan merk tersendiri sehingga pengemasan sesuai dengan kebutuhan konsumen, sebagian lainnya langsung membeli tanpa harus memberikan merk tertentu. Selain memproduksi keripik ubi kayu diproduksi pula keripik pisang, ubi ungu dan talas.

cimg7878
Pengusaha keripik ubi kayu Kampung Rawa Cikijing Majalengka

Kota dan Kabupaten Bandung

Siapa yang tak mengenal Kota/Kab Bandung? Kota dengan sejuta pesona, Paris van Java julukannya. Wisata dan Kuliner di kota Bandung menjadi daya tarik tersendiri, dan ternyata di kota Bandung pun pemanfaatan ubi kayu sudah beragam. Diawali di daerah Pagrwangi. Pagerwangi merupakan sebuah desa di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Di desa Pagerwangi saya menemui beberapa produsen kecimpring. Pembuatan kecimpring di Desa Pagerwangi merupakan usaha masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun. Pembuatan kicimpring dilakukan di sentra pembuatan kecimpring yaitu Kampung Babakan Bandung. Produk kecimpring yang dihasilkan telah dipasarkan ke salah satu supermarket besar di Indonesia.

sam_8526
Proses pengeringan kicimpring dengan bantuan sinar matahari

Pembuatan kecimpring dilakukan dengan melakukan pengupasan pada ubi kayu, kemudian dibersihkan. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin yang dimiliki oleh masyarakat secara swadaya. Setelah dilakukan penggilingan ubi kayu dicampur dengan bumbu khusus, dicetak, kemudian dikukus selama 30 menit. Kecimpring yang telah matang dikeringkan di bawah sinar matahari.

Desa tujuan selanjutnya adalah Desa Cimenyan. Desa Cimenyan merupakan sebuah desa sentra pembuatan peuyeum/tape yang terletak di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.  Hasil produksi tape biasanya dipasarkan di wilayah Bandung dan Jakarta. Penyimpanan tape dari mulai peragian hingga dapat dikonsumsi adalah sekitar 2 hari sehingga pembuat tape ubi kayu di Desa Cimenyan belum berani menjualnya ke luar pulau Jawa. Bahan baku yang digunakan ada dua jenis yakni ubi kayu kuning dan ubi kayu putih. Ubi kayu kuning atau jenis mentega memiliki ciri-ciri warna umbi yang lebih kuning dibandingkan dengan ubi kayu biasanya. Pembuatan tape dilakukan dengan megupas kulit ubi kayu, kemudian dilakukan pembersihan dengan menggunakan air yang mengalir. Setelah itu direbus selama kurang lebih satu jam. Ubi kayu yang telah dingin ditaburi dengan menggunakan ragi dan ditutup rapat dengan menggunakan daun pisang hingga dua atau tiga hari.

Pembuatan Tape Ubi Kayu

Pabrik Maicih Bandung

Maicih merupakan salah satu produsen keripik yang menghadirkan keripik ubi kayu dengan variasi tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Kapasitas produksi per hari bisa mencapai 2 000 hingga 3 000 pcs. Variasi tingkat kepedasan keripik Maicih terdiri dari 0, 3, 5, 7, dan 10. Karena kurang menyukai pedas, saat ditawari keripik pedas Ma Icih saya lebih senang membeli keripik dengan tingkat kepedasan 3.

Kesuksesan keripik ubi kayu hingga saat ini terletak pada kesuksesan pemilik Maicih, Bapak Bob Merdeka dalam memilih ubi kayu yang akan digunakan sebagai bahan baku dan racikan bumbu pedasnya. Namun sayang saat saya berkunjung ke sana Pak Bob Merdeka sedang tidak berada di tempat, saya ditemani oleh Manajer Produksi dan Pemasaran.

sam_8691
Keripik ubi kayu Maicih dengan tingkat kepedasan yang berbeda

Kota Sukabumi

Kota Sukabumi memang lebih dikenal dengan kue Mocinya, namun bila kita melintas dari arah Kabupaten ke Kota Sukabumi akan kita lihat tanaman ubi kayu dalam jumlah yang tidak sedikit. Ada beberapa varietas ubi kayu yang ditanam oleh petani di Sukabumi. Penanaman ubi kayu jenis Darul Hidayah lebih banyak dilakukan di Sukabumi bagian utara sekitar Sidangresmi, Jampang Tengah dan diolah menjadi kecimpring. Desa Sekar Arum, Kecamatan Cikembar bahkan telah membuat kecimpring dalam berbagai pilihan rasa. Varietas Darul Hidaya menoreh kesuksesan saat Tjutju Junior Soliha bekerjasama dengan Bupati Sukabumi (H. Sukma Wijaya) dan Teguh Rahayu (Agro Bost/POC) berhasil membuat tape ubi kayu terpanjang, dengan ukuran 150 cm. Kegiatan ini berlangsung di Sukabumi pada 19 Januari 2008.

Bersama dengan petani ubi kayu Sukabumi

Pengolahan ubi kayu menjadi keripik lebih banyak dilakukan oleh masyarakat Sukabumi yang berada di kota. Hal ini berkaitan dengan lebih dekatnya tempat produksi dengan pemasaran. Pemerintah menganggap bahwa adaptasi teknologi di kalangan petani ubi kayu harus segera dilakukan. Modified Cassava Flour (Mocaf) merupakan tepung singkong termodifikasi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf  hingga saat ini masih dalam skala kecil dan sudah berdiri di Kecamatan Pabuaran dan Kecamatan Cicurug.

Pabrik pengolahan aci di Sukabumi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung tapioka tidak ditentukan baik jenis maupun ukurannya, sehingga banyak petani yang bersedia menjual hasil ubi kayu yang ditanam kepada pabrik-pabrik pengolahan tepung tapioka di Kabupaten Sukabumi. Proses pembuatan tepung tapioka diawali dengan pengupasan kulit dan pembersihan umbi ubi kayu. Ubi kayu yang bersih kemudian diparut hingga halus dan disaring. Penyaringan dilakukan untuk memperoleh sari pati yang kemudian diendapkan. Pati ubi kayu yang telah diendapkan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Untuk menghaluskan dilakukan dua kali penggilingan, tahap pertama penggilingan ukuran sedang dan tahap kedua penggilingan hingga menjadi halus. Pada pabrik tepung tapioka yang diamati, ampas penyaringan parutan ubi kayu dihancurkan kembali dan digiling untuk kemudian dijual kembali.

Pemuliaan Tanaman : Studi kasus Budidaya Tanaman Ubi Kayu di Indonesia (2)

Ubi Kayu Di Indonesia

Pada tulisan saya sebelumnya kita mulai mengenal perkembangan ubi kayu di negeri asalnya Brazil, sekarang bagaimana dengan perkembangan ubi kayu di Indonesia?

slide1
Sentra Budidaya Tanaman Ubi Kayu Asia Tenggara  khususnya Indonesia (warna merah merupakan produksi tertinggi)

Seperti kita ketahui bersama bahwa ubi kayu datang ke Indonesia sekitar akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19.  Ubi kayu merupakan tanaman baru di Asia, diperkenalkan dari Amerika oleh penjelajah Spanyol dan Portugis. Penguasa kolonial memperkenalkan tanaman ubi kayu untuk pertama kali sebagai tanaman cadangan makanan untuk kelaparan, dan kemudian sebagai sumber pati untuk ekspor. Untuk wilayah Asia khususnya Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan luas lahan budidaya ubi kayu terbesar dengan luas wilayah hingga lebih dari 1 juta hektar. Luasnya lahan budidaya ternyata tidak diiringi dengan besarnya produktivitas. Produktivitas ubi kayu yang ditanam di Indonesia menempati peringkat ke dua setelah Thailand yakni sebesar 14.93 ton/ha. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh peneliti Indonesia untuk membuat kultivar tanaman ubi kayu yang memiliki produktivitas tinggi.

Terdapat 5 daerah utama penghasil ubi kayu di Indonesia diantaranya Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakartaen dengan produktivitas berkisar antara 11.9 – 19.4 ton/ha. Tercatat berbagai macam makanan tradisional berbahan baku ubi kayu tetap eksis hingga saat ini seperti getuk, perkedel, lapis, bakwan, lemet, keripik, dan sebagainya.  Jangankan diolah menjadi bahan makanan yang lebih modern yang biasa kita temui saat ini : misalnya brownis, ubi kayu rebus yang dihidangkan dengan segelas teh manis pun akan sangat digemari oleh sebagian besar penduduk Indonesia.

Bagian ubi kayu yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah bagian umbi dan daun. Daun singkong biasa digunakan pada sayur atau lalapan sedangkan bagian umbi merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan mulai dari makanan tradisional hingga pakan ternak. bahkan umbi pada ubi kayu yang awalnya digunakan hanya sebagai produk konsumsi biasa atau makanan tradisional, telah mengalami banyak sekali perubahan. Kini ubi kayu telah memasuki pasar diversifikasi produk. Perkembangan ini menunjukan bahwa ubi kayu memberikan peran berkembangnya pembangunan secara daerah. Umbi yang diubah menjadi berbagai produk makanan langsung atau olahan, pati dan tepung untuk makanan dan industri, dan pakan ternak.

slide2
Ubi kayu dengan beragam manfaatnya. Sumber : CIAT

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling penting, ketiga terpenting setelah beras, dan jagung. Bahkan di tahun 2014 ubi kayu memberikan kontribusi sebesar 6.1 juta rupiah terhadap GDP Indonesia. Walaupun beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia sebagaimana tradisi masa lalu, namun bila suatu daerah yang tidak memungkinkan ditanamnya padi di suatu daerah seperti tanah yang marjinal dan curah hujan tidak menentu, ubi kayu memiliki keunggulan untuk beradaptasi dengan baik.

Peran ubi kayu dalam ketahanan pangan telah menurun pasca-Revolusi Hijau di Asia, yang dipengaruhi oleh aspek politik, perang, kekurangan makanan, atau gangguan lain yang menyebabkan menurunnya pasokan makanan.

Hal yang menarik adalah hanya Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi – sekitar 50 kg per kapita per tahun, dalam bentuk berbagai macam produk makanan yang berbeda. Ubi kayu bahkan berkembang pesat setelah digunakan pada pakan ternak.

slide3
Konsumsi Ubi Kayu (kg/tahun) Sumber : FAO

Manfaat tanaman ubi kayu sangat dirasakan negara berkembang khususnya Indonesia, diantara manfaatnya adalah pertama, menunjang program ketahanan pangan. Seperti apa yang saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, kemudahan menanam ubi kayu walaupun dilahan yang tingkat kesuburannya kurang memberikan akses pangan bagi manyarakat menengah ke bawah. Kebutuhan karbohidrat yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh beras dapat disubtitusi oleh ubi kayu. Apalagi ubi kayu di Indonesia merupakan bagian dari budaya sehingga bernilai bukan hanya dari segi pemenuhan kebutuhan melainkan bernilai seni dan estetika.

Kedua, memberikan manfaat ekonomi. Hingga saat ini ubi kayu hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan mereka dari kemiskinan dan ketertinggalan ekonomi. Secara langsung maupun tidak, ubi kayu memberikan manfaat terhadap penduduk miskin di pedesaan, serta berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang lebih luas. Selain mengurangi kemiskinan, ada peran penting yang dimiliki ubi kayu yaitu berfungsi sebagai katalis dalam pembangunan.

Secara ekonomi ubi kayu dapat menjadi peluang bila dilihat dari kecenderungan pasar saat ini seperti gaya hidup diet tanpa beras yang mempercepat keberhasilan produk makanan baru berbahan dasar ubi kayu di pasar, tingginya permintaan industri pati dan pakan ternak; dan peluang untuk ekspor pelet dan pati. Manfaat ubi kayu ini bukan hanya berpengaruh kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, hingga menyentuh sistem ekonomi yang lebih besar.

Ketiga manfaat lingkungan, hal ini berkaitan dengan kemampuan sebagian besar tanaman ubi kayu yang dapat tumbuh pada ekosistem yang rapuh atau tanah marjinal. Walaupun ada persepsi yang kurang baik, dimana konon katanya tanaman ubi kayu dapat menurunkan kesuburan tanah, hal itu terjadi karena kita tidak melakukan pemupukan secara intensif pada lahan yang sedang digunakan. Meskipun demikian, tanaman ubi kayu digunakan untuk mengelola erosi yakni penanaman ubi kayu di lereng dilakukan beberapa bulan pertama sebelum kanopi menutup. Pembuangan produk limbah dari pengolahan ubi kayu seperti kulit daun dan batang biasanya digunakan untuk bahan pupuk organik.

Nantikan tulisan selanjutnya : ubi kayu di tanah Pasundan  🙂

Pemuliaan Tanaman: Studi Kasus Budidaya Tanaman Ubi Kayu (1)

Saat saya masih duduk di sekolah dasar, guru saya pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat subur. Karena kesuburan tanahnya “tongkat dilempar jadi tanaman“, menurut lirik dari sebuah lagu lawas karya Koes Plus. Saat itu saya merasa begitu takjub dengan negeri ini, rasanya Indonesia adalah negara terhebat di dunia. Saya berfikir tongkat apa ya yang bisa jadi tanaman. Tidak semua tongkat kan bisa  jadi tanaman, maka saya pun bertanya kepada orang tua. Ternyata yang dimaksud dengan tongkat yang bisa berubah jadi tanaman itu adalah batang ubi kayu. Masya Allah :). Pada tulisan saya kali ini saya ingin sedikit bercerita tentang ubi kayu, karena ternyata potensinya tanaman ini luar biasa :).

y5271e08
tongkat dilempar jadi tanaman

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) tumbuh dan dibudidayakan untuk pertama kali di Brazil, Amerika Bagian Selatan selama lebih dari 500 tahun. Tanaman ini kemudian diperkenalkan di Benua Asia dan Afrika, dimana di kedua benua tersebut menjadi basis populasi masyarakat negara miskin dan berkembang. Mungkin inilah sebabnya tanaman ubi kayu identik dengan masyarakat kelas bawah, bahkan di Indonesia dikenal sebagai anak singkong. Spesies ubi kayu menghadirkan keragaman genetik yang terkonsentrasi di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia. Lebih dari 8.500 aksesi ubi kayu tersebar di seluruh dunia dan lebih dari 7.500 ditemukan di Amerika Selatan. Di Brazil 4.132 aksesi telah dikoleksi dan dirawat di bank plasma nutfah hampir di semua bagian negeri tersebut. Keragaman genetik secara luas dihasilkan dari penyerbukan silang yang menghasilkan tingkat heterozigositas yang tinggi dan dapat berbuah secara tiba-tiba. Kondisi tersebut dialami oleh   varietas lokal yang diseleksi secara alami oleh petani.

Budidaya Tanaman Ubi kayu di Brazil

Sebelum kita mempelajari ubi kayu lebih jauh, mari kita belajar bagaimana perkembangan budidaya tanaman ubi kayu di negara asialnya, Brazil. Bukan hanya negeri penghasil bakat-bakat pesepakbola internasional, negara ini ternyata pusat kemajuan budidaya tanaman ubi kayu. Tanaman ubi kayu dibudidayakan di sepanjang daerah aliran Sungai Amazon hingga Rio Grande do Sul Brazil di bawah kondisi cuaca, tanah dan sistem manajemen yang sangat berbeda sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Walaupun permintaan untuk berbagai kultivar disesuaikan dengan kondisi alam dan penggunaan, pada umumnya hasil panen ubi kayu digunakan sebagai bahan makanan atau pakan ternak. Pada kondisi ini kultivar yang berbeda memiliki karakteristik berbeda pula untuk penggunaan tertentu. Kultivar sebagaimana kita ketahui merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis yang memiliki sifat atau karakter yang dapat membedakannya dengan jenis yang sama walaupun telah diperbanyak baik secara vegetatif maupun generatif. Sebagai contoh tanaman padi di Indonesia memiliki banyak kultivar diantaranya Rojolele, PandanWangi, Cianjur dan lain sebagainya. Walaupun sama-sama tanaman padi, karakter dan sifat mereka berbeda diantara yang lainnya walaupun sama-sama tanaman padi.

karte-9-1070
Peta negara Brazil Sumber : mapwest

Perkembangan pemuliaan tanaman untuk kultivar ubi kayu yang mampu beradaptasi dengan baik dan daya hasil tinggi telah dilakukan selama ratusan tahun dengan melakukan seleksi di Amerika bagian selatan dan 300 tahun terakhir di Asia dan Afrika. Kegiatan tersebut menghasilkan keragaman genetik yang sangat tinggi. Salah satu hasil penelitian tentang varietas ubi kayu yang dinilai dan diseleksi telah di publikasikan di Kota Bahia Brazil pada tahun 1899. Namun selama kurang lebih 20 tahun institusi nasional mulai mengorganisasi kegiatan pemuliaan genetik. Program pemuliaan ubi kayu secara aktif dilakukan di Brazil dan beberapa negara Afrika di pertengahan abad ke-20. Di kemudian hari ancaman Virus Mozaik dari Afrika memaksa peneliti di Afrika Barat tertarik untuk mengakses dan menggunakan keragaman genetik dari spesies liar dari genus Manihot untuk program pemuliaan mereka. Plasma nutfah yang dihasilkan dari program tersebut selama beberapa tahun menjadi sumber plasma nutfah untuk digunakan sebagai kontrol terhadap virus mozaik.

presentation1
Perbandingan tanaman sehat dengan tanaman yang terinveksi virus mozaik.

Pada tahun 1960 International Research Center memiliki insentif untuk koleksi plasma nutfah, karakterisasi, dan pengembangan kultivar ubi kayu yang baru. Penelitian dari International Tropical Agriculture (CIAT) dan International Institute of Tropical Agriculture (IITA), yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Nasional di Brazil memimpin pengembangan di tingkat regional dan global. Kegiatan lembaga tersebut sangat baik khususnya koleksi plasma nutfah ubi kayu yang terintegrasi dengan program pemuliaan tanaman yang lainnya.  Suksesnya pemuliaan tanaman ubi kayu juga telah terbukti untuk beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, dan Vietnam yang mana pengembangan dari budidaya ubi kayu menstimulasi beberapa sektor secara sekaligus.

Berkaca pada suksesnya pengembangan sumber daya baru yang resisten terhadap virus mozaik pada ubi kayu, kultivar ubi kayu dengan potensi hasil telah diraih oleh IITA yang bekerja sama dengan beberapa negara di Afrika. Kultivar ubi kayu yang dirilis dan diadaptasikan di Amerika Latin terus meningkat khususnya digunakan sebagai pakan ternak dan produksi pati. Hal yang lebih penting dari itu adalah partisipasi petani dalam pengembangan metode tersebut.

Pemuliaan ubi kayu dibangun dengan beberapa tahapan dimulai dengan koleksi plasma nutfah varietas lokal, regional dan secara global adanya pertukaran klon hasil rekombinasi, dan koleksi dan penggunaan spesies liar. Bioteknologi telah digunakan sejak 1980 untuk memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi dalam pemuliaan ubi kayu (aspek bioteknologi akan dibahas pada tulisan selanjutnya).

y5271e08
Persentase penggunaan lahan budidaya ubi kayu menurut daerah di Brazil Sumber FAO

Penelitian peningkatan secara genetik tanaman ubi kayu di Brazil dimulai pada pertengahan abad ke dua puluh dan mulai intensif pada tahun 1940 yang dilakukan oleh institusi penelitian regional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada dasarnya mereka lebih berkonsentrasi pada pengenalan dan penilaian dari plasma nutfah yang tersedia. Di Brazil bagian tenggara tanaman ubi kayu dengan peningkatan melalui genetik untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1940 oleh Campinas Agronomic Institute (IAC). Brazil bagian timur laut merupakan wilayah penghasil ubi kayu terbesar dengan luas area budidaya mencapai 40% dari total lahan di negara tersebut.Walaupun demikian produktivitas ubi kayu di Brazil bagian selatan lebih tinggi hingga mencapai lebih dari 15 ton/ha. Dengan menggunakan rekombinasi antara varietas yang dikontrol oleh tetua heterozigot dan seleksi selama generasi terbaik dari perbanyakan tanaman. Program tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 1969 dengan peningkatan yang signifikan pada klon di generasi terbaru. Selama penelitian silang IAC menggunakan koleksi plasma nutfah di Sao Paulo dengan metode yang sangat sistematis.

y5271e09
Daya hasil tanaman ubi kayu berdsarkan wilayah di Brazil FAO

Bagaimana dengan perkembangan budidaya tanaman ubi kayu di Indonesia? Semoga bisa kita bahas di tulisan selanjutnya.

Eksplorasi Tumbuhan (Bagian 1)

Eksplorasi

Kata eksplorasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memeiliki arti penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu; penyelidikan; dan penjajakan. Orang yang melakukan eksplorasi tentunya ia akan turun ke lapangan untuk mencari sumber daya alam, maka tidak dikatan eksplorasi jika seseorang hanya duduk di meja. Orang-orang yang turun ke lapangan pun belum tentu dikatakan melakukan sebuah eksplorasi bila tujuan ke lapangan tersebut bukan untuk memperoleh pengetahuan baru. Saya berikan contoh, orang yang melakukan pendakian ke gunung hampir bisa kita temui setiap harinya, mereka turun ke lapangan namun hanya untuk tujuan reksreasi, menikmati keindahan alam. Mereka tidak mencari dan melakukan pencatatan tentang apa yang mereka temui di sana dengan metode ilmiah dan mengabarkannya terhadap khalayak ramai.

kopasa_action1
Kegiatan eksplorasi berbeda dengan wisata atau pencinta alam, sumber : dokumentasi pribadi

Kata eksplorasi juga sering digunakan oleh para penambang minyak bumi, dimana ekspolorasi dilakukan untuk mencari sumur-sumur minyak terbaru. Biasanya eksplorasi adalah kegiatan awal aktivitas penambangan. Melalui tulisan ini saya akan membahas bagaimana kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mengetahui keragaman sumberdaya tumbuhan khususnya jenis flora/tumbuhan.  Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tumbuhan merupakan salah satu kelompok besar penghuni bumi. Tumbuhan tingkat tinggi dengan mudah dapat kita bedakan dengan hewan karena pada umumnya tumbuhan tidak dapat berpindah tempat, sedangkan hewan bersifat mudah sekali berpindah. Manusia tidak bisa lepas dari tumbuhan. Sandang, pangan, dan papan yang merupakan kebutuhan pokok manusia diperoleh dari  tumbuhan.

Tujuan eksplorasi tumbuhan setidaknya ada dua hal yakni, pertama spesimen tumbuhan yang berkualitas. Spesimen tumbuhan yang belum diketahui jenis dan nama taksonominya merupakan sesuatu hal yang sangat berharga. Pengawetan dilakukan untuk mengkoleksi bagian tanaman tersebut untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Kedua, data/informasi tumbuhan yang dominan di suatu wilayah tertentu sehingga akan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

presentation1
Kegiatan eksplorasi tumbuhan telah dilakukan oleh manusia selama ratusan tahun. Sumber : fsconline

Metode Eksplorasi  

Untuk melakukan kegiatan ekplorasi yang baik diperlukan metode yang tepat sehingga tujuan eksplorasi di atas dapat tercapai. Metode yang paling sederhana adalah metode penjelajahan, dimana setiap sudut lokasi dijelajahi untuk memperoleh informasi yang diharapkan. Persiapan yang bisa dilakukan adalah : 1) penentuan lokasi. Bisa diperoleh dari informasi masyarakat, lembaga pemerintahan, atau tinjauan pustaka dari literatur/jurnal ilmiah. Informasi ini dapat digunakan untuk menghindari duplikasi lokasi eksplorasi. Kita harus menghindari kegiatan eksplorasi di tempat yang telah dilakukan oleh orang lain. 2) Melengkapi perizinan masuk ke sebuah kawasan. Hal ini dilakukan dengan catatan apabila kita melakukan eksplorasi ke kawasan konservasi. Perizinan masuk ke kawasan konservasi bisa dilakukan ke PHKA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Diperlukan pula Surat Izin Angkut Spesimen yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan dan lingkungan hidup, dan yang tak kalah penting adalah Surat Izin Pengambilan Spesimen yang dapat kita peroleh dari Balai KSDA atau Taman Nasional setempat. 3). Bahan peralatan yang harus dibawa seperti  perlengkapan lapang, perlengkapan tidur, bahan logistik selama di lapangan,  dan yang tak kalah penting obat-obatan.

Komposisi tim yang akan melakukan ekplorasi berbeda-beda, namun menurut pengalaman dalam satu tim biasanya terdapat minimal 3 orang yang terdiri dari peneliti, asisten peneliti, dan warga lokal. Warga lokal memiliki peranan yang sangat signifikan karena memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi lapangan. Lamanya eksplorasi bergantung pada luasnya lokasi kegiatan, namun bisanya dilakukan selama 1 bulan. Jika ekplorasi dilakukan di nera yang berbeda maka waktu yang digunakan pun akan lebih lama. Apabila ekplorasi dilakukan di luar kawasan negara, maka kita akan berhadapan dengan Dinas Karantina yang terdapat di setiap bandar udara.

two-guys
Eksplorasi dilakukan minimal oleh dua orang yang didampingi oleh penduduk lokal sumber  : wbfruit

Koleksi Tumuhan

Setiap bagian tumbuhan dapat kita koleksi, karena biasanya bagian tumbuhan akan secara langsung menjadi ciri morfologi yang dapat kita gunakan dalam kegiatan identifikasi nantinya.  Apabila memungkinkan semua bagian tumbuahan kita koleksi namun setidaknya bagian ranting berdaun dan berbunga. Untuk suku tumbuhan tertentu buah tidak terlalu penting, namun untuk suku Curcubitaceae biji merupakan bagian yang sangat penting.

presentation1
Salah satu contoh tanaman Curcubitaceae, Sumber : Austin et al 2008

Biasanya pengumpulan koleksi steril digunakan untuk analisis vegetasi, mengetahui potensi ekonomi dan keanekaragaman jenis populasi tanaman. Walaupun jumlah koleksi yang dikumpulkan sedikit tidak menjadi permasalahan karena yang paling penting adalah kelengkapan spesimen yang kita ambil, semakin lengkap akan semakin memudahkan kita untuk mengidentifikasi sampelnya. Tidak disarankan untuk mencampurkan antar spesimen yang berasal dari tumbuhan yang berbeda, lokasi berbeda, dan waktu pengumpulan yang berbeda. Ada perbedaan cara mengoleksi tanaman tingkat tinggi dengan tanaman tingkat rendah, seperti diterangkan pada tabel di bawah ini :

Tumbuhan

Bagian yang dikoleksi

Tumbuhan tingkat tinggi

Gymnospermae Daun, strobilus jantan dan betina.
Angiospermae Daun, bunga, dan buah
Arecaseae (Palma) Palem tegak : daun lengkap dengan pelepah perbungaan, bunga, buah kelopak.

Palem merambat : ujung batang dengan daun serta pelepahnya, flagela, perbungaan, buah.

Araceae Bunga, daunlengkap, tangkai perbungaan dan tudungnya, bunga.
Balsaminaceae Bunga sangat tipis, sehingga perlu koleksi basah (perlakuan khusus)
Bambu Pelepah buluh pada rebung/menempel pada batang.
Zingiberaceae Rimpang dan bunga
Tumbuhan berdaging Kaktus : diambil daging buahnya baru kemudian dikeringkan.
Tumbuhan berumah dua (Euphorbiaceae, Pandanaceae, Curcubitaceae) tumbuhan jantan dan betina.

Tumbuhan tingkat rendah

Paku Herba : semua bagian

Pohon : perwakilan bagian pangkal, tengah dan ujung

Lumut Generasi gametofit dan sporofit
Lumut kerak (asosiasi lumut dan ganggang) Vegetatif dan badan buahnya
Jamur (hanya untuk jamur tingkat tinggi) Badan buah lengkap: tudung buah, bilah dan tangkai.

 

Aktivitas Fotosintesis Pada Buah : Studi Kasus Buah Tomat

Tanaman tomat (Solanum lycopersicum), dikenal sebagai salah satu tanaman yang telah diketahui luas penggunaannya. Seperti tanaman lainnya tanaman tomat merupakan tanaman yang memiliki klorofil dan dapat memproduksi karbohidrat sebagai hasil dari proses fotosintesis/heterotrof.  Tanaman tomat menghasilkan buah yang dikenal mengandung banyak sumber vitamin c. Perkembangan buah tanaman tomat sama seperti tanaman yang lainnya yakni dimulai dari buah berwarna hijau, berubah menjadi kuning, lalu kemudian menjadi merah. Saat buah berwarna hijau, ada sesuatu hal yang saya pikirkan terkait peristiwa fotosintesis. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah reaksi fotosintesis terjadi pada buah tomat yang masih hijau? Jika Ya, maka apakah tujuan peristiwa fotosintesis pada buah tomat yang masih hijau sama dengan fotosintesis yang terjadi di daun ?

Perkembangan buah erat kaitannya dengan sebuah proses yang dikendalikan secara genetik. Ini merupakan hal yang unik untuk jenis tanaman berbunga, dimana  proses genetic saja tidak cukup, dibutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pematangan benih. Mengingat mendasar Sifat kedua signifikansi diet dan biologi buah, diseksi molekuler perkembangan buah baru-baru ini menerima bunga yang cukup besar. Buah adalah hasil pengembangan dari ovarium, dengan organogenesis buah yang berasal dari primordial bunga, dengan bunga yang matang baik yang dibuahi (Dan berkembang menjadi buah) atau tidak dan memasuki proses amputasi; . kemajuan yang cukup baru-baru ini dibuat dalam memahami unsur-unsur kunci dari genetik kontrol pematangan dan pengembangan  dan pentingnya beberapa jalur biokimia, termasuk gula, asam organik, dinding sel, dan metabolisme volatile, selama proses ini telah dibuktikan (Yelle et al, 1991;. Rose et al, 2004;. Carrari et al., 2006; Klee, 2010). Banyak penelitian ini telah dilakukan dalam tomat (Solanum lycopersicum), yang merupakan Model dipelajari dengan baik systemfor perkembangan buah berdaging dan dipahami dengan baik dari regulasi hormonal perspektif. Yang mengatakan, meskipun fakta bahwa genetik kontrol metabolisme pigmen selama buah tomat pembangunan juga sangat baik dipelajari (Giuliano et al., 1993; Hirschberg, 2001; Fraser dan Bramley, 2004), pemahaman kita tentang peran fotosintesis buah selama tahap-tahap awal pengembangan organ, di terbaik, fragmentaris. buah tomat jelas mengalami transisi fisiologis pada diferensiasi photosynthetically aktif kloroplas ke chromoplasts (BU ker et al., 1998; Kahlau dan Bock, 2008), dan transisi ini akan tampaknya digabungkan ke penurunan ekspresi (Piechulla et al, 1987;. Wanner dan Gruissem, 1991; Alba et al., 2004; Carrari et al., 2006; Kahlau dan Bock, 2008) dan enzimatik kegiatan (Schaffer dan Petreikov, 1997; Steinhauser et al., 2010) terkait dengan karbon asimilasi. Meskipun ekspresi-tingkat tinggi fotosintesis gen, buah tomat jarang assimilators bersih karbon dioksida (Blanke dan Lenz, 1989; Carrara et al., 2001). Selain itu, triose fosfat dan GLC transporter fosfat keduanya aktif dalam kloroplas tomat, menunjukkan bahwa mereka bisa, pada prinsipnya, kedua impor dan ekspor phosphoesters. Sama penasaran adalah pengamatan ekspresi yang sangat tinggi dari gen terkait dengan fotosintesis di jaringan buah, seperti lokulus (Lemaire-Chamley et al., 2005), yang  meskipun mampu fotosintesis (Laval- Martin et al., 1977), juga cenderung menampilkan lebih tinggi tingkat pernapasan. Jadi, sementara fotosintesis yang terjadi dalam buah hijau, jelas tidak sejauh towhat atau apa berhasil. Studi shading awal menganalisis tingkat pertumbuhan buah menunjukkan bahwa memberikan kontribusi buah oleh karbon tetap sendiri antara 10% dan 15% darikerangka karbon diperlukan (Tanaka et al., 1974). Sebuah serupa efek kuantitatif juga baru-baru ini diamati berikut penghambatan antisense dari chloroplastic yang Fru-1,6 bisphosphatase (FBPase; Obiadalla-Ali et al,. 2004), sedangkan metabolomika gabungan dan transcriptomic analisis tanaman kekurangan ekspresi tomat Aux / IAA transkripsi faktor IAA9 yang sangat sugestif peran penting untuk fotosintesis di inisiasi pengembangan buah (Wang et al., 2009). Dalam studi ini, kami menghasilkan tanaman tomat transgenik menunjukkan penurunan ekspresi glutamat 1-semialdehid aminotransferase (GSA), yang sebelumnya telah didokumentasikan untuk berkontribusi pada pengendalian klorofil biosintesis (Hofgen et al., 1994), di bawah kontrol promotor TFM5, yang memberikan awal spesifisitas buah.

GSA mengkatalisis transaminasi yang reaksi asam 5-aminolevulinic, pertama berkomitmen metabolit biosintesis tetrapyrrole, 5-aminolevulinic sintesis asam menjadi langkah tingkat-membatasi nya. antisense GSA tanaman yang ditandai dengan fotosintesis berkurang rate, sebagaimana ditentukan oleh pengukuran gas-exchange dan penentuan tingkat intermediet dari siklus Calvin-Benson, tetapi hanya sedikit efek pada primer atau metabolisme perantara dan sedikit efek pada pematangan. Oleh Sebaliknya, set benih secara dramatis dikompromikan, sebagai adalah benih morfologi dan komposisi selama awal perkembangan buah. Hasil ini dibahas dengan sehubungan dengan peran diusulkan fotosintesis selama metabolisme buah, pematangan, dan pengembangan, khususnya sehubungan dengan penyediaan karbon untuk set benih di tomat.

slide1
Buah tanaman tomat yang digunakan dalam penelitian tersebut Sumber : Lytovchenko et al. 2016

Perkembangan buah erat kaitannya dengan sebuah proses yang dikendalikan secara genetik. Ini merupakan hal yang unik untuk jenis tanaman berbunga, dimana  proses genetic saja tidak cukup, dibutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pematangan benih. Mengingat mendasar Sifat kedua signifikansi diet dan biologi buah, diseksi molekuler perkembangan buah baru-baru ini menerima bunga yang cukup besar (Manning et al., 2006; Vrebalov et al, 2009;.. Wang et al, 2009). Buah adalah hasil pengembangan dari ovarium, dengan organogenesis buah yang berasal dari primordial bunga, dengan bunga yang matang baik yang dibuahi (Dan berkembang menjadi buah) atau tidak (dan memasuki proses amputasi; Vivian-Smith dan Koltunow, 1999; Wang et al., 2009). kemajuan yang cukup baru-baru ini dibuat dalam memahami unsur-unsur kunci dari genetik kontrol pematangan dan pengembangan (Giovannoni, 2007; Seymour et al., 2008; Matas et al, 2009.; Vrebalov et al, 2009.; Mathieu-Rivet et al, 2010.; Karlova et al., 2011), dan pentingnya beberapa jalur biokimia, termasuk gula, asam organik, dinding sel, dan metabolisme volatile, selama proses ini telah dibuktikan (Yelle et al, 1991;. Rose et al, 2004;. Carrari et al., 2006; Klee, 2010). Banyak penelitian ini telah dilakukan dalam tomat (Solanum lycopersicum), yang merupakan Model dipelajari dengan baik systemfor perkembangan buah berdaging dan dipahami dengan baik dari regulasi hormonal perspektif. Yang mengatakan, meskipun fakta bahwa genetik kontrol metabolisme pigmen selama buah tomat pembangunan juga sangat baik dipelajari (Giuliano et al., 1993; Hirschberg, 2001; Fraser dan Bramley, 2004), pemahaman kita tentang peran fotosintesis buah selama tahap-tahap awal pengembangan organ, di terbaik, fragmentaris.

buah tomat jelas mengalami transisi fisiologis pada diferensiasi photosynthetically aktif kloroplas ke chromoplasts (BU ker et al., 1998; Kahlau dan Bock, 2008), dan transisi ini akan tampaknya digabungkan ke penurunan ekspresi (Piechulla et al, 1987;. Wanner dan Gruissem, 1991; Alba et al., 2004; Carrari et al., 2006; Kahlau dan Bock, 2008) dan enzimatik kegiatan (Schaffer dan Petreikov, 1997; Steinhauser et al., 2010) terkait dengan karbon asimilasi. Meskipun ekspresi-tingkat tinggi fotosintesis gen, buah tomat jarang assimilators bersih karbon dioksida (Blanke dan Lenz, 1989; Carrara et al., 2001). Selain itu, triose fosfat dan GLC transporter fosfat keduanya aktif dalam kloroplas tomat, menunjukkan bahwa mereka bisa, pada prinsipnya, kedua impor dan ekspor phosphoesters. Sama penasaran adalah pengamatan ekspresi yang sangat tinggi dari gen terkait dengan fotosintesis di jaringan buah, seperti lokulus (Lemaire-Chamley et al., 2005), yang  meskipun mampu fotosintesis (Laval- Martin et al., 1977), juga cenderung menampilkan lebih tinggi tingkat pernapasan. Jadi, sementara fotosintesis yang terjadi dalam buah hijau, jelas tidak sejauh towhat atau apa berhasil. Studi shading awal menganalisis tingkat pertumbuhan buah menunjukkan bahwa memberikan kontribusi buah oleh karbon tetap sendiri antara 10% dan 15% darikerangka karbon diperlukan (Tanaka et al., 1974). Sebuah serupa efek kuantitatif juga baru-baru ini diamati berikut penghambatan antisense dari chloroplastic yang Fru-1,6 bisphosphatase (FBPase; Obiadalla-Ali et al,. 2004), sedangkan metabolomika gabungan dan transcriptomic analisis tanaman kekurangan ekspresi tomat Aux / IAA transkripsi faktor IAA9 yang sangat sugestif peran penting untuk fotosintesis di inisiasi pengembangan buah (Wang et al., 2009). Dalam studi ini, kami menghasilkan tanaman tomat transgenik menunjukkan penurunan ekspresi glutamat 1-semialdehid aminotransferase (GSA), yang sebelumnya telah didokumentasikan untuk berkontribusi pada pengendalian klorofil biosintesis (Hofgen et al., 1994), di bawah kontrol promotor TFM5, yang memberikan awal spesifisitas buah.

GSA mengkatalisis transaminasi yang reaksi asam 5-aminolevulinic, pertama berkomitmen metabolit biosintesis tetrapyrrole, 5-aminolevulinic sintesis asam menjadi langkah tingkat-membatasi nya. antisense GSA tanaman yang ditandai dengan fotosintesis berkurang rate, sebagaimana ditentukan oleh pengukuran gas-exchange dan penentuan tingkat intermediet dari siklus Calvin-Benson, tetapi hanya sedikit efek pada primer atau metabolisme perantara dan sedikit efek pada pematangan. Oleh Sebaliknya, set benih secara dramatis dikompromikan, sebagai adalah benih morfologi dan komposisi selama awal perkembangan buah. Hasil ini dibahas dengan sehubungan dengan peran diusulkan fotosintesis selama metabolisme buah, pematangan, dan pengembangan, khususnya sehubungan dengan penyediaan karbon untuk set benih di tomat.

slide3

Sementara peran buah fotosintesis dalam metabolisme buah dan pengembangan telah banyak dibahas (Piechulla et al, 1987;. Wanner dan Gruissem, 1991; Schaffer dan Petreikov, 1997; Alba et al., 2004; Carrari et al., 2006; Steinhauser et al., 2010), hal itu belum pernah jelas eksperimen didefinisikan. percobaan awal bertujuan mengatasi pertanyaan yang terlibat shading ini buah individu dengan aluminium foil (Tanaka et al., 1974). Sementara penurunan yield buah adalah kuantitatif mirip dengan yang diamati berikut buah-spesifik antisense penghambatan FBPase chloroplastic (Obiadalla-Ali et al., 2004), eksperimen seperti mungkin juga berdampak pada reseptor cahaya, termasuk phytochromes dan cryptochomes, yang juga didokumentasikan untuk memiliki peran penting dalam buah yang normal pengembangan (Alba et al, 2000;. Giliberto et al., 2005; Azari et al., 2010). Selain itu, perawatan tersebut akan juga cenderung meningkatkan laju respirasi dalam buah, dan dengan demikian, hasil harus ditafsirkan dengan peringatan. Untuk alasan ini, kita di sini memilih untuk menilai dampak modulasi fotosintesis dengan secara khusus mempengaruhi kandungan klorofil buah. Meskipun fakta bahwa sejumlah mutan buah memiliki ditandai yang berisi pigmentasi diubah (Isaacson et al, 2002;. Barry dan Giovannoni, 2006; Galpaz et al., 2008; Nashilevitz et al., 2010), kami memilih untuk memanipulasi kandungan klorofil dengan menghambat antisense dari GSA dalam upaya untuk meminimalkan pengaruh efek pleiotropic. Pendekatan yang sama ini memiliki sudah berhasil diterapkan untuk sejumlah spesies (Kannangara dan Gough, 1978; Hofgen et al., 1994; Ilag et al., 1994; Chen et al., 2003), sementara mengatasi fungsi fotosintesis dalam sel sekitarnya pembuluh darah tanaman C3 baru-baru ini dicapai dengan menggunakan pendekatan analog, tapi enzim target yang berbeda, di Arabidopsis (Janacek et al., 2009). Seperti yang kita antisipasi, mengekspresikan GSA antisense membangun di bawah kendali promotor TFM5 untuk mengurangi ekspresi, kandungan protein GSA, dan kandungan klorofil secara buah-spesifik awal signifikan ditekan kapasitas buah fotosintesis. Namun, ini memiliki sangat sedikit efek pada buah morfologi atau metabolisme, dengan pengecualian yang jelas bahwa buah garis transgenik yang jelas pucat dibandingkan jenis liar.

Hal ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya (Kahlau dan Bock, 2008), di mana ia ditampilkan pada RNA, penerjemahan, dan tingkat akumulasi protein yang sangat down-diatur ekspresi semua fotosintesis plastid-encoded gen sudah dalam buah hijau mendukung gagasan bahwa kontribusi buah fotosintesis energi metabolisme adalah satu kecil. Kurangnya efek pada hasil buah, sedangkan berbeda dengan hasil yang dilaporkan dalam studi sebelumnya disebutkan di atas, adalah sesuai dengan hasil dari beberapa lainnya Studi di tomat, yang menyiratkan bahwa sebagian besar dari photoassimilates disediakan oleh daun agak dari yang dihasilkan de novo dalam buah (hackel et al., 2006; Schauer et al., 2006; Zanor et al, 2009.; Apakah et al., 2010). Untuk meringkas data ini secara singkat, itu telah dibuktikan oleh berbagai studi termasuk kedua maju dan genetika sebaliknya pendekatan yang baik komposisi dan hasil dalam buah secara dramatis dipengaruhi oleh partisi dari asimilasi. Dalam terang yang luas ini tubuh bukti, kurangnya efek pada hasil buah mungkin mengejutkan, meskipun tetap bertentangan untuk pengamatan yang dilakukan dalam studi sebelumnya. Selagi alasan kita dinyatakan di atas dapat menjelaskan perselisihan yang antara hasil shading dan yang diperoleh di sini, itu pada pandangan pertama sulit untuk menjelaskan mengapa kekurangan dari FBPase chloroplastic (Obiadalla-Ali et al., 2004) memiliki efek pada pertumbuhan buah final dan bahwa dari GSA melakukan tidak. Hal ini penting untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa promotor digunakan dalam kedua studi memiliki sangat berbeda pola ekspresi (berbeda dengan ekspresi GUS pola dilaporkan oleh Frommer et al. [1994] dan Santino et al. [1997]) dan bahwa penurunan pertumbuhan mungkin akibat dari mengurangi aktivitas chloroplastic FBPase di lain waktu pembangunan.

slide4